SLEMAN, POPULI.ID – Fenomena pengunjung pusat perbelanjaan yang hanya melihat-lihat tanpa bertransaksi, dikenal sebagai rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana), kembali menjadi perbincangan publik. Di tengah dinamika pemulihan ekonomi pasca pandemi, fenomena ini justru dipandang sebagai peluang oleh para pengelola mal.
General Manager Sleman City Hall, Sebastianus Jony, mengatakan bahwa keberadaan Rojali dan Rohana bukan menjadi masalah, bahkan bisa menjadi berkah. Ia menegaskan bahwa mal tidak hanya diperuntukkan bagi konsumen yang berbelanja, tetapi juga sebagai ruang publik yang inklusif.
“Rojali ada, tetapi itu juga tetap berkah untuk kami. Karena dengan adanya Rojali itu orang minimal lihat dulu, menyaksikan dulu karena mal ini bukan cuma untuk orang yang beli. Siapapun boleh masuk ke mal, menikmati. Bagi yang mau ngadem pun boleh silakan. Itu kami akan terima dengan senang hati,” ujarnya, Jumat (22/8/2025).
Jony juga menjelaskan bahwa daya beli masyarakat saat ini memang belum sepenuhnya pulih. Namun, animo pengunjung sudah mulai meningkat, ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan ke Sleman City Hall.
“Kami rata-rata kalau satu hari di weekday itu sekitar 14 ribu sampai 15 ribu pengunjung. Kalau di weekend bisa hampir 20 ribu pengunjung. Itu dalam kondisi normal,” jelasnya.
Pada masa pandemi, kata Jony, kunjungan sempat turun drastis hingga di bawah lima ribu pengunjung per hari. Namun dalam beberapa tahun terakhir, perlahan mulai kembali ke kondisi semula.
“Satu tahun pertama setelah pandemi memang berat sekali. Bisa kadang kunjungan cuma di bawah 5 ribu sampai 7 ribu kunjungan. Tapi ini berangsur-angsur mulai membaik,” ucapnya.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD DIY, Surya Ananta, menyebut bahwa Rojali dan Rohana bukanlah hal baru. Menurutnya, sejak kemunculan mal pertama kali, sudah banyak pengunjung yang datang hanya untuk bersantai tanpa harus berbelanja.
“Di era sekarang mulai ada pergeseran tujuan orang datang ke mal. Dari awalnya dominasi belanja, menjadi ke entertain. Artinya orang tetap spending, tapi belum tentu bawa belanjaan,” paparnya.
Ia mencontohkan, banyak pengunjung datang untuk makan di restoran, menonton film di bioskop, atau bermain di area hiburan, tanpa membawa barang belanjaan pulang. Namun, mereka tetap melakukan pengeluaran.
“Spending di sini nggak kelihatan bawa barang. Kalau hanya melihat orang jalan-jalan, kita tahu dia ngeluarin duit,” kata General Manager Plaza Ambarrukmo ini.
Surya optimistis, tingkat kunjungan ke mal di wilayah DIY akan terus meningkat. Apalagi dengan semakin mudahnya akses transportasi. Ia menyebut pembangunan jalan tol yang kini mendekat ke Prambanan sebagai salah satu faktor pendukung meningkatnya kunjungan dari luar kota.
“Tinggal para pelaku mal mengkonversi kunjungan menjadi transaksi. Seperti menyelenggarakan diskon,” ujarnya.