SLEMAN, POPULI.ID – Penggunaan gas air mata sebagai alat pengendali massa demonstran banyak menuai perhatian publik.
Umumnya gas air mata digunakan untuk membubarkan atau mengurai massa yang sudah tidak terkendali saat berhadapan dengan aparat kepolisian maupun militer.
Namun demonstran yang terpapar gas air mata ini, tidak hanya menyebabkan mata perih namun juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan lainnya.
Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher dari Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, dr. Anton Sony Wibowo, Sp.THT-KL, M.Sc., FICS, mengatakan dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat paparan gas air mata terhadap tubuh bisa beragam, mulai dari iritasi ringan hingga masalah kesehatan serius, seperti gagal napas, tergantung pada kondisi individu.
“Umumnya bisa iritasi mata, rasa perih di hidung dan tenggorokan, batuk, serta rasa tidak nyaman. Namun, pada individu yang rentan, seperti lansia, anak-anak, atau pasien dengan penyakit saluran pernapasan, paparan bisa berakibat berat hingga menimbulkan gagal napas,” kata Anton mengutip dari laman UGM, Senin (8/9/2025).
Menurut dokter Anton, gas air mata pada dasarnya merupakan senyawa kimia berbentuk aerosol yang dapat larut di udara. Zat ini bisa mempengaruhi berbagai bagian tubuh yang terpapar, seperti kulit, mata, hidung, mulut, dan tenggorokan.
Lebih lanjut, Anton menyarankan langkah yang dapat diambil ketika terpapar gas air mata dengan membilas mata dengan larutan garam. Menurutnya, larutan saline atau larutan garam fisiologis dengan konsentrasi 0,9% sangat aman digunakan untuk membilas bagian tubuh yang terkena.
“Larutan saline sesuai dengan konsentrasi cairan dalam tubuh, sehingga sangat aman untuk digunakan membilas,” ujarnya.
Soal penggunaan bahan seperti pasta gigi, yang kerap dilakukan demonstran merupakan sebagai langkah preventif, secara teori seharusnya hanya digunakan untuk membersihkan gigi, dan bukan digunakan pada area tubuh lainnya.
Anton menyarankan masyarakat atau demonstran untuk sebisa mungkin menghindari daerah dengan konsentrasi gas air mata tinggi. Apabila sudah terpapar, segera menjauh ke area dengan sirkulasi udara yang baik dan membilas tubuh dengan air bersih atau larutan saline.
“Prinsip utama, menurutnya, adalah meminimalisasi kontak langsung dengan zat kimia tersebut,” ujarnya.
Terkait penggunaan gas air mata oleh aparat, Anton menilai perlu adanya kehati-hatian dalam penerapannya. Menurutnya, pihak kepolisian sudah memiliki SOP, namun dari sisi medis, penggunaan gas air mata harus dilakukan dengan hati-hati. Sebaiknya, masyarakat yang berpotensi terpapar juga harus lebih waspada.
“Intinya, cegah, hindari, dan lindungi diri dari paparan,” pungkasnya.