YOGYAKARTA, POPULI.ID – DPD Real Estate Indonesia (REI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah menyasar mahasiswa baru sebagai segmen pasar potensial dalam upaya menggenjot angka penjualan properti di tengah kelesuan sektor ini sepanjang 2025.
Ketua DPD REI DIY, Ilham Muhammad Nur, menyampaikan bahwa bulan September menjadi momentum strategis untuk promosi karena bertepatan dengan dimulainya tahun akademik baru di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta.
“Kondisi ini kami lihat sebagai peluang,” ujar Ilham, Rabu (17/9/2025).
Ia menyebut, data internal dari para pengembang yang tergabung dalam REI DIY menunjukkan bahwa sekitar 50 persen permintaan properti berasal dari luar wilayah DIY. Dari jumlah itu, mahasiswa baru menyumbang sekitar 2,5 hingga 5 persen, khususnya saat tahun ajaran baru dimulai.
“Nggak hanya pas awal kuliah saja, minat pembelian dari kelompok ini juga kerap meningkat di pertengahan semester,” katanya.
Meski menyambut September dengan optimisme, Ilham mengakui bahwa pasar properti di DIY sedang mengalami kontraksi signifikan. Dengan penurunan penjualan sebesar 20–30 persen selama semester pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan terdalam tercatat pada segmen rumah dengan harga di bawah Rp 500 juta, yang terdampak oleh pelemahan daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Ilham juga menyoroti momen awal perkuliahan sebagai saat di mana banyak orang tua mahasiswa datang ke Yogyakarta. Hal itu dapat menciptakan potensi permintaan properti, baik untuk tempat tinggal anak maupun sebagai bentuk investasi jangka panjang.
Beberapa keluarga memilih rumah di bawah Rp 500 juta, sementara sebagian lainnya berinvestasi pada properti di atas Rp 1 miliar. Tujuannya beragam, dari sekadar memudahkan pengawasan anak selama kuliah hingga menghindari biaya sewa atau kos.
“Bahkan porsi pembelian untuk investasi lebih tinggi dibanding untuk tempat tinggal langsung,” ungkapnya.
Selain daya beli yang melemah, Ilham menambahkan bahwa buruknya catatan konsumen di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) perbankan akibat kredit macet dari pinjaman online juga menjadi faktor penekan penjualan, khususnya untuk rumah non subsidi.
“Kalau ada riwayat pinjol yang macet meskipun hanya Rp 1 juta atau Rp 2 juta, itu bisa menyebabkan permohonan KPR ditolak. Banyak masyarakat tidak menyadari hal ini, padahal kemampuan finansialnya sebenarnya ada,” jelasnya.
Ilham berharap momentum kedatangan mahasiswa baru di awal September bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk mendongkrak kembali penjualan properti di wilayah DIY, meskipun kondisi pasar sedang lesu.