BANTUL, POPULI.ID – Pengakuan kemerdekaan Palestina oleh sejumlah negara Eropa, Kanada, dan Australia dalam beberapa waktu terakhir menjadi sinyal pergeseran signifikan dalam konstelasi politik luar negeri global terhadap konflik Israel–Palestina.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sekaligus pakar keamanan internasional, Prof. Dr. Sidik Jatmika, M.Si., menilai bahwa solusi dua negara (two-state solution) merupakan opsi paling realistis untuk meredakan konflik berkepanjangan tersebut.
Mengutip teori William D. Copeland, Sidik menjelaskan bahwa pergeseran sikap negara-negara Barat dipengaruhi oleh tiga faktor utama dalam pengambilan keputusan politik luar negeri, yaitu dinamika politik domestik, kombinasi kemampuan militer dan kondisi ekonomi, serta konteks internasional.
“Dulu Israel mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Kini, sejumlah negara Eropa, Kanada, dan Australia mulai melonggarkan dukungannya dan bahkan mengakui kemerdekaan Palestina. Faktor ekonomi menjadi pertimbangan penting di balik perubahan sikap ini,” jelas Sidik dikutip dari laman UMY, Sabtu (27/9/2025).
Ia menambahkan, Amerika Serikat relatif nothing to lose dalam konflik tersebut karena tidak terlalu bergantung pada pasokan minyak Timur Tengah. Sebaliknya, negara-negara Eropa, Kanada, dan Australia memiliki ketergantungan energi yang tinggi terhadap kawasan tersebut, sehingga stabilitas Timur Tengah sangat berpengaruh pada kepentingan nasional mereka.
Sidik juga menekankan bahwa krisis global dapat mempercepat lahirnya solusi perdamaian. “Dorongan untuk win-win solution semakin kuat ketika ada krisis bersama atau multi disruption. Hal ini menumbuhkan harapan bahwa solusi dua negara akan menjadi pilihan paling masuk akal,” paparnya.
Menurutnya, konflik Israel–Palestina yang selama ini bercorak zero-sum game, di mana salah satu pihak harus kalah, pada akhirnya akan mengarah pada kesepakatan jalan tengah. Ia mencontohkan sikap politik luar negeri Indonesia yang konsisten mendukung Palestina, namun tetap mempertimbangkan eksistensi Israel.
“Pak Prabowo dalam Sidang Umum PBB ke-80 menegaskan Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina, tetapi juga memikirkan keberlangsungan Israel. Sejak awal Indonesia memang mendukung kemerdekaan Palestina tanpa menafikan eksistensi bangsa Israel,” katanya.
Sidik menegaskan, solusi dua negara, dengan pembagian wilayah termasuk Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza, merupakan opsi paling realistis dalam kondisi saat ini. “Pilihan ini yang paling masuk akal dan mendapat dorongan kuat seiring pergeseran dukungan internasional,” pungkasnya.