YOGYAKARTA, POPULI.ID – Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY pada September 2025 secara bulanan mengalami inflasi sebesar 0,15 persen secara bulanan atau month-to-month (mtm). Jumlah itu naik dibandingkan realisasi pada Agustus 2025 yang mengalami deflasi sebesar 0,24 persen (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Sri Darmadi Sudibyo, mengatakan secara tahunan, DIY mengalami inflasi yang terkendali sebesar 2,56 persen atau year-on-year (yoy) pada September 2025. Lebih tinggi dibandingkan inflasi tahunan bulan Agustus 2025 sebesar 2,30 persen (yoy).
“Dengan demikian, inflasi DIY secara tahun kalender tercatat sebesar 1,74 persen,” katanya, Jumat (3/10/2025).
Berdasarkan kota IHK, Kota Yogyakarta pada September 2025 mengalami inflasi bulanan sebesar 0,27 persen atau secara tahunan mencapai 2,72 persen. Sedangkan Kabupaten Gunungkidul tercatat mengalami inflasi sebesar 0,05 persen.
“Sehingga inflasi tahunan mencapai 2,43 persen,” ujar Sudibyo.
Ia menyebut kenaikan harga terutama terjadi pada Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,98 persen (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,07 persen (mtm). Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan harga emas perhiasan dengan andil inflasi sebesar 0,07 persen (mtm).
Kenaikan harga emas dipengaruhi harga emas global. Seiring ketidakpastian global yang tercermin dari meningkatnya Global Risk Index dan Geopolitical Risk Index.
“Kondisi tersebut berdampak pada tingginya permintaan konsumen untuk komoditas emas sebagai aset safe-haven,” jelas Sudibyo.
Ia menuturkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau turut tercatat mengalami inflasi sebesar 0,21 persen pada periode laporan dengan andil inflasi sebesar 0,06 persen.
Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh naiknya harga komoditas daging ayam ras, cabai merah, buncis, dan telur ayam ras dengan masing-masing andil inflasi sebesar 0,10 persen, 0,05 persen, 0,03 persen, dan 0,01 persen.
“Kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari peternak serta naiknya harga pakan ternak di tengah pemenuhan permintaan masyarakat,” ungkapnya.
Dalam upaya pengendalian inflasi, kata Sudibyo, Kantor Perwakilan BI DIY bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DIY mengapresiasi kontribusi aktif berbagai pihak yang telah membangun sinergi dan kolaborasi. Pihaknya memperkirakan inflasi DIY tahun 2025 tetap terjaga pada kisaran target 2,5 persen + 1 persen (yoy).
Capaian ini ditopang oleh upaya TPID DIY dalam kerangka 4K yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) DIY 2025.
Di antaranya pelaksanaan operasi pasar dan pasar murah yang diperkuat dengan optimalisasi Kios Segoro Amarto sebagai price reference store untuk menjaga daya beli. Kemudian kampanye belanja bijak dan penguatan Kerjasama Antar Daerah (KAD), baik antar provinsi maupun intra provinsi dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan strategis.
“Serta maraknya berbagai gerakan sosial masyarakat yang bertujuan untuk stabilitas harga dan pasokan termasuk efisiensi distribusi komoditas,” ucap Sudibyo.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat inflasi yang terjadi pada September 2025 ini lebih besar sebesar 0,15 persen dibandingkan dengan harga-harga pada bulan Agustus 2025. Salah satu andil komoditas pendorong inflasi September 2025 adalah kontrak rumah.
“Kenaikan kontrak rumah wajar karena di Agustus tahun ajaran baru, sehingga banyak mahasiswa baru yang membutuhkan, demandnya meningkat kecenderungan harga naik,” jelas Statistisi Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono.
Ia membeberkan andil komoditas dominan pendorong inflasi September 2025 secara tahunan yakni emas perhiasan 0,58 persen, beras 0,16 persen, kelapa 0,14 persen, bawang merah 0,10 persen, daging ayam ras, cabai merah, kontrak rumah, sigaret kretek mesin (SKM) dan kopi bubuk masing-masing 0,08 persen, terakhir minyak goreng 0,06 persen.
Lalu komoditas penghambat inflasi September 2025 secara tahunan adalah bensin 0,06 persen dan bawang putih 0,03 persen. Kemudian salak dan cabai rawit masing-masing 0,02 persen.
“Disusul daun bawang, kangkung, nangka muda, kentang, kacang panjang, dan telepon seluler masing-masing 0,01 persen,” kata Sentot.