YOGYAKARTA, POPULI.ID – Dua kereta kencana milik Keraton Yogyakarta yang usianya telah melampaui satu abad kembali digunakan dalam kirab peringatan Tingalan Dalem Taun atau hari kelahiran Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kalender Jawa yang digelar pada Rabu (22/10/2025).
Dua kereta tersebut adalah Kereta Kyai Landower dan Kereta Permili yang selama ini disimpan di Museum Wahanarata. Keduanya telah lebih dari sepuluh tahun tidak digunakan dalam prosesi apa pun.
Kedua kereta bersejarah tersebut tampil dalam rangkaian kirab yang menjadi bagian dari perayaan Tingalan Dalem Taun Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Acara kirab tersebut diselenggarakan oleh Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nitya Budaya Keraton Yogyakarta dengan dukungan dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY). Kegiatan kirab dimulai dari Gedung DPRD DIY sekitar pukul 15.00 WIB dan mencapai puncaknya di kawasan Kagungan Dalem Pagelaran Keraton.
Koordinator kegiatan, MB Renggowaditro, menyampaikan momentum ini sangat istimewa karena kedua kereta terakhir digunakan sekitar 12–13 tahun lalu. Kali ini, keduanya dimunculkan kembali sebagai bagian dari skema pertunjukan Beksan Trunajaya yang sarat makna.
“Kereta Kyai Landower Surabaya akan dinaiki oleh tokoh Bupati Tumenggung, pemimpin dalam cerita Beksan. Sedangkan Kereta Permili akan dinaiki oleh enam orang atau pamucal Beksan Trunajaya,” jelasnya, Rabu (22/10/2025).
Kereta Kyai Landower Surabaya dibuat oleh perusahaan Belanda, Spyker, pada tahun 1900 dan pernah digunakan oleh Gusti Pangeran Haryo Purubaya sebelum naik tahta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Desainnya memadukan gaya Eropa kolonial dengan ornamen Jawa yang mencerminkan kehormatan bangsawan.
Sementara Kereta Permili buatan G. Barendse dari Semarang pada sekitar tahun 1880. Dikenal karena kapasitasnya yang besar, mampu membawa 10 hingga 12 penumpang, menjadikannya salah satu kereta terbesar milik Keraton.
Di Keraton Yogyakarta ada beberapa jenis kereta yang tidak bisa digunakan sembarangan. Ada yang hanya digunakan untuk upacara tertentu.
“Karena itu, keluarnya dua kereta ini menjadi momen yang istimewa, apalagi keduanya memiliki sejarah panjang lebih dari seratus tahun,” kata Renggowaditro.
Ia mengatakan, tahun ini jumlah peserta kirab meningkat signifikan. Total sekitar 400 orang terlibat. Terdiri dari abdi dalem, sentana dalem, prajurit, penari, dan partisipan masyarakat umum.
Jumlah penari atau parogo beksan juga bertambah dibanding tahun lalu. Dari sekitar 50 menjadi lebih dari 70 penari.
“Termasuk 80 orang kalau dihitung dengan tokoh-tokoh dalam cerita,” ucapnya.
Prosesi kirab juga melibatkan 60 ekor kuda, dengan delapan ekor menarik kedua kereta kencana, dan sisanya ditunggangi para prajurit serta peserta kirab.
Kirab kali ini juga turut berkolaborasi dengan korps prajurit Keraton, terutama dalam pengiringan musik. Selain itu, bregodo rakyat dari berbagai kabupaten/kota se-DIY dan siswa dari salah satu sekolah di Yogyakarta juga ikut ambil bagian.
Menurut Renggowaditro, kirab dan Beksan Trunajaya memiliki makna filosofis yang mendalam. Tarian klasik ini menggambarkan semangat kesatriaan, keberanian, dan kesetiaan terhadap kebenaran. Srta mencerminkan peran Sultan sebagai Sayidin Panatagama Kalifatullah atau pemimpin spiritual dan budaya yang menjaga keseimbangan semesta.
“Harapannya, nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kirab dan beksan ini bisa terus dirawat bersama. Jadi tidak hanya terlihat bahwa keraton menjadi akar tradisi, tetapi seluruh masyarakat juga ikut mengembangkan nilai-nilai itu sampai ke daerah-daerah lain,” ujarnya.











