GUNUNGKIDUL, POPULI.ID – Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates menduga bahwa kasus antraks yang muncul di Kalurahan Tileng berasal dari kandang tersebut, bukan dari luar. Melihat kronologi dari terpaparnya hewan tersebut yang baru sebulan di kandang itu.
Kepala BBVet Wates, drh. Hendra Wibawa, menjelaskan bahwa kemungkinan besar penyebaran antraks disebabkan oleh spora di tanah yang tertinggal dari kasus serupa dua tahun lalu atau melalui pakan ternak yang terkontaminasi.
“Tim BBVet Wates telah mengambil sampel yang kemudian dikirim ke dinas terkait, dengan hasil yang menunjukkan positif antraks,”tutur dia ketika dihubungi, Selasa (19/2/2025).
Investigasi dilakukan pada 15 Februari di lokasi kejadian, termasuk pengambilan sampel darah dari sapi yang mati. Hasil uji laboratorium dari sampel darah yang diambil dari sapi bernama Samoel menunjukkan positif antraks pada tanggal 15 Februari. Saat ini, tim juga masih menunggu hasil pemeriksaan dari sampel tanah yang diambil dari kandang.
Sebanyak 8-10 sampel tanah telah dikumpulkan, meskipun sudah tidak ditemukan darah di area tersebut. Informasi yang didapat dari survei dinas menyebutkan bahwa sapi yang mati diberikan kepada pedagang untuk dibuang ke luweng (goa bawah tanah).
“Yang dua sapi yang masih sehat dititipkan kepada pedagang,” ungkapnya.
drh Hendra menambahkan membuang bangkai sapi ke luweng (goa vertikal) sangat berbahaya karena tidak sesuai dengan prosedur penanganan yang benar. Seharusnya, bangkai ternak yang terinfeksi antraks dikubur setidaknya 2 meter di bawah tanah untuk mencegah penyebaran bakteri.
Meski demikian, ada pendapat bahwa luweng yang mengarah ke laut dengan kadar garam tinggi dapat mengurangi risiko penyebaran. Namun, secara praktik, membuang bangkai ternak ke luweng bukanlah tindakan yang dianjurkan.
“Hingga saat ini, pemilik sapi yang mati juga belum dapat memastikan apakah bangkai tersebut benar-benar dibuang ke luweng. Yang terpenting adalah mengambil tindakan cepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,”tambahnya.
BBVet Wates telah melakukan desinfeksi kandang pada Senin (17/2/2025) dan akan mengulanginya dalam beberapa hari ke depan. Ternak yang masih berada di sekitar lokasi telah diberikan pengobatan, dan BBVet Wates juga telah menginstruksikan agar seluruh ternak di wilayah tersebut segera divaksinasi antraks.
Kandang tempat kejadian harus dievakuasi dan tidak boleh digunakan untuk aktivitas ternak hingga situasi dinyatakan aman. Hingga saat ini, belum ditemukan gejala antraks pada manusia, tetapi masyarakat diminta segera melapor ke Puskesmas jika mengalami tanda-tanda infeksi.
“Sisa-sisa pakan dan kotoran di sekitar kandang juga akan dimusnahkan dengan cara dibakar untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut,”tutur dia.
Sapi yang mati diketahui baru dipindahkan sebulan sebelumnya ke kandang tersebut. Mengingat daerah sebelumnya dinyatakan bebas antraks, kemungkinan besar penularan terjadi di dalam kandang akibat kontaminasi pakan atau tanah yang mengandung spora bakteri. Masa inkubasi antraks berkisar 14 hari, sehingga perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut terhadap ternak yang berada di sekitar lokasi.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Gunungkidul, Sri Suhartanta, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendataan terhadap hewan ternak di Kalurahan Tileng, Girisubo. Dari hasil pendataan, tiga ekor sapi dan dua ekor kambing terindikasi antraks. Suhartanta juga mengakui bahwa sapi yang mati sempat dipindahkan dari lokasi tanpa mengikuti prosedur penanganan yang tepat.
“Satu ekor sapi limosin mati, dan informasinya sempat terjadi pemindahan sapi sebelum kematian. Namun, apakah sapi tersebut sempat dijual atau tidak, kami masih menelusuri lebih lanjut,” ujar Suhartanta.
Pemerintah daerah telah menginstruksikan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul untuk menelusuri sumber penyebaran antraks serta memastikan penanganan pasca-kematian dilakukan dengan benar. Dia telah memerintahkan DPKH untuk segera menelusuri asal antraks tersebut serta memastikan langkah-langkah pencegahan dan pengobatan dijalankan dengan baik.