YOGYAKARTA, POPULI.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta optimistis menurunkan angka stunting hingga di bawah 12 persen pada 2025 melalui penguatan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), pendampingan keluarga berisiko, dan kolaborasi dengan perguruan tinggi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta Retnaningtyas mengatakan meskipun angka stunting sempat meningkat menjadi 12,13 persen pada Februari 2025, Pemkot tetap optimistis dapat mencapai target penurunan pada akhir tahun ini.
“Angka ini menunjukkan bahwa upaya kita perlu diperkuat. Kami berharap pada akhir tahun 2025, angka stunting di Kota Yogyakarta dapat menurun,” ujarnya, Sabtu (19/4/2025).
Dia menyebutkan pada Juni 2024 angka stunting di Kota Yogyakarta tercatat 10,07 persen. Namun data terbaru per Februari 2025 menunjukkan peningkatan menjadi 12,13 persen.
Retnaningtyas mengatakan Pemkot menargetkan angka stunting dapat ditekan di bawah 12 persen.
Saat ini, delapan kecamatan telah berhasil mencapai angka di bawah 12 persen, yaitu Mantrijeron, Umbulharjo, Gondokusuman, Danurejan, Pakualaman, Wirobrajan, Jetis, dan Tegalrejo.
“Sisanya masih di atas 12 persen,” katanya.
Untuk menurunkan angka stunting, pihaknya telah menginisiasi pembentukan kelompok Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), mendorong kesetaraan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), serta menyediakan program bimbingan bagi ibu hamil, ibu pascapersalinan, dan bayi di bawah dua tahun (baduta).
“Selain itu kami juga ada program pelayanan bimbingan perkawinan, ibu hamil, ibu pasca persalinan, baduta, serta baduta lanjutan,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani menegaskan pentingnya koordinasi yang solid untuk mengoptimalkan peran TPPS.
“Diharapkan dengan peran maksimal TPPS mampu menurunkan prevalensi stunting di wilayah Kota Yogya hingga di bawah 12 persen pada akhir 2025,” jelasnya.
Ia menyebut Pemkot Yogyakarta juga tengah menggagas program peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui skema “One Village One University” atau satu kampung didampingi satu universitas.
“Pendampingan dari perguruan tinggi ini bisa melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan tema KKN yang menyesuaikan karakter di kampung tersebut,” ujar dia.