SLEMAN, POPULI.ID – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Dr. Nezar Patria, mengatakan sumber daya manusia adalah aset terbesar dalam mendorong kemajuan teknologi, maka dari itu pemerintah mengharapkan perguruan tinggi untuk mempersiapkan lulusan yang siap memimpin revolusi teknologi kecerdasan artifisial atau AI.
Nezar menyebutkan bahwa AI bukan hanya sebuah tren akan tetapi sebuah revolusi teknologi dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, para peneliti di universitas perlu untuk meningkatkan riset terkait penggunaan AI di industri dan bagi kemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
“Saya kira, ada ruang untuk berkembang dari sisi kualitas penelitian, tetapi AI ini bukanlah limitasi,” kata Nezar dalam seminar internasional “Night of Ideas 2025 workshop theme: Enhancing AI Society through Humanities Sciences: Freedom to Act, Ability to Do” digelar secara hybrid pada Selasa (22/4/2025) di Ruang Multimedia Gedung Pusat UGM.
Nezar menegaskan bahwa universitas merupakan mesin inovasi penelitian bahkan ikut melakukan pengembangan etis dalam penggunaan AI. Bahkan ia mengharapkan optimisme dan dukungan semua pihak dalam memanfaatkan AI untuk tujuan yang lebih baik.
“Mari kita mempergunakan AI dengan optimisme, keberanian, dan komitmen untuk berjalan bersama,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., mengatakan UGM berkomitmen dalam mendorong pengembangan dan pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) dalam meningkatkan kualitas inovasi kualitas penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Bahkan UGM sendiri juga mendorong upaya pengembangan AI dari sudut pandang ilmu sosial dan humaniora.
Menurut Wening, diskusi mengenai isu-isu berkaitan dengan AI bidang sosial dan humaniora masih sangat jarang dilakukan. Terlebih lagi saat ini merupakan era di mana media tidak lagi berada di bawah naungan lembaga negara dengan kata lain media telah menjadi domain yang sangat pribadi. Kebebasan dalam memproduksi, mengedit, dan menyiarkan informasi seringkali kurang memperhatikan pertimbangan kemanusiaan.
“AI merupakan salah satu produk kecerdasan manusia paling maju. Namun, jika kita gagal menumbuhkan kesadaran kritis dan kapasitas ketajaman internal, AI dapat bertentangan dengan nilai-nilai bersama,” terangnya.
Direktur Institut Francais Indonesia (IFI) Yogyakarta, Francois Dabin, menuturkan terdapat tantangan besar dalam pemanfaatan AI seperti ketergantungan informasi, perlindungan hak dasar, hingga penggantian pekerjaan manusia oleh AI. Kolaborasi bersama dalam memanfaatkan AI untuk kepentingan masyarakat luas sangat diperlukan.
“Bersama dengan UGM, kami memilih untuk bertindak lebih spesifik dengan kecerdasan artifisial sebagai alat untuk meningkatkan kecerdasan kolektif dan meningkatkan kapasitas SDM,” pungkasnya.