POPULI.ID – Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk mengembalikan kemiripan orang yang telah meninggal menjadi tren setidaknya selama dua tahun terakhir.
Baru-baru ini, seorang wanita bernama Stacey Wales menggunakan AI untuk membuat video mendiang sang saudara laki-laki, Christopher Pelkey, guna berbicara di ruang sidang.
Sidang tersebut merupakan vonis untuk pria pembunuh dalam insiden amuk massa di Chandler, Arizona, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
Menurut NPR, seperti populi.id kutip dari Mashable, Jumat (9/5/2025), baru kali pertama ini AI digunakan untuk mengembalikan kemiripan korban meninggal dunia di sidang resmi.
“Korban tidak punya hak bicara. Korban pun tidak punya kesempatan untuk berbicara. Kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Kita harus memberinya kesempatan untuk bersaksi,” tegas Wales.
Asal tahu saja, Pelkey adalah seorang veteran yang bertugas sebagai sersan di Angkatan Darat AS, menurut berita kematian daring.
Ia terlibat pula dalam beberapa misi penting.
Ia berusia 37 tahun saat meninggal dunia.
Guna mewujudkan keadilan, Wales membuat video AI untuk Pelkey.
Wales yakin bahwa satu-satunya suara yang penting untuk mengungkap fakta adalah milik mendiang si adik laki-laki.
“Setiap mandi atau di mobil, saya menuliskan perasaan frustrasi, menangis atau emosi, marah, dan sebagainya,” ungkapnya kepada NBC News.
Wales juga mengunggah video AI Pelkey secara daring dan ditayangkan di ruang sidang.
“Halo. Agar semua orang mengerti, saya adalah versi Chris Pelkey yang diciptakan kembali melalui AI menggunakan gambar dan profil suara,” kata avatar AI dalam video tersebut.
AI Pelkey berterima kasih kepada semua orang dan mengaku bahwa pelaku penembakan adalah Gabriel Paul Horcasitas.
Hakim Pengadilan Tinggi Maricopa County, Todd Lang, lantas menjatuhkan hukuman maksimal kepada Horcasitas, yakni lebih dari satu dekade penjara atas tuduhan pembunuhan.
Di ruang sidang resmi, baru kali ini AI digunakan untuk mengungkap pelaku utama
Meski demikian, hal serupa sudah menjadi fenomena yang sangat disukai.
Dan tahun lalu, organisasi reformasi senjata yang berfokus kepada kaum muda, March For Our Lives dan Change the Ref, menggunakan audio deepfake untuk “menghidupkan kembali” korban kekerasan senjata dalam sebuah kampanye di kongres. (populi.id)