SLEMAN, POPULI.ID – Komitmen menjadikan kopi sebagai penggerak ekonomi kerakyatan sekaligus bagian dari konservasi lingkungan di kawasan Merapi semakin nyata.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menjanjikan pembangunan embung atau tampungan air bagi petani kopi di lereng Merapi, khususnya wilayah Cangkringan, Sleman.
Embung ini akan berfungsi sebagai sumber pengairan utama kebun kopi rakyat agar produktivitas tanaman bisa meningkat, sekaligus memastikan keberlanjutan usaha tani kopi yang kini mulai tumbuh subur di Sleman.
Hal tersebut diungkapkan Sri Sultan saat menghadiri panen perdana kopi bertajuk “Kopi Sleman, Berkualitas untuk Negeri” di Dusun Ploso Kerep, Kalurahan Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan, Minggu (15/6/2025).
“Sebetulnya kopi ini juga memerlukan air yang cukup. Kalau masih ada sisa lahan, kita bisa bangun embung saja. Tidak perlu menunggu dana pusat, daerah juga bisa. Kami di provinsi sudah banyak bangun embung, baik untuk teh, durian, dan lainnya,” ujar Sri Sultan.
Namun, Sri Sultan menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan embung tersebut.
Ngarsa Dalem mendorong agar warga bersama-sama bergotong royong membuat saluran air dari embung ke kebun-kebun kopi milik warga.
“Percuma kalau ada embung tapi tidak ada pipanya. Jadi saya harap, warga bisa pasang pipa secara gotong royong. Tidak perlu mahal, yang penting airnya bisa mengalir ke tanaman,” tambahnya.
Panen kopi perdana ini bukan sekadar panen biasa, melainkan menjadi momentum penting untuk menunjukkan keberhasilan kolaborasi antara petani, pemerintah pusat, Pemda DIY, dan Pemkab Sleman dalam membangun sistem pertanian yang berkelanjutan.
Sri Sultan juga menyarankan agar pemasaran kopi Sleman dikonsolidasikan secara menyeluruh, dengan satu merek dagang dan harga yang seragam agar tidak menimbulkan persaingan antarpetani.
Raja Keraton Yogyakarta ini berharap Kopi Merapi bisa menjadi identitas kolektif dan bagian dari branding pariwisata Sleman.
“Gunakan satu nama dagang saja. Jangan banyak merek, nanti malah bersaing sendiri-sendiri. Bangun jaringan bisnis, harganya disamakan. Yang penting guyub dan kompak,” pesan Sultan.
Dalam acara yang sama, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI, Heru Tri Widarto, mengungkapkan rasa bangganya atas perkembangan kopi Merapi yang kini telah memasuki masa panen setelah tiga tahun pengembangan.
Ia melihat potensi besar kopi Merapi bukan hanya sebagai komoditas ekspor, tetapi sebagai elemen penting dalam ekosistem pariwisata Yogyakarta.
“Kopi dan pariwisata saling berkaitan erat. Kalau kita kemas kopi sebagai daya tarik wisata, ini bisa memberikan dampak ekonomi yang lebih luas. Wisatawan akan datang, menikmati kopi, dan ikut menggerakkan sektor transportasi, penginapan, kuliner, hingga UMKM,” jelas Heru.
Heru juga menyampaikan bahwa mulai tahun depan, Kementan akan mengalihkan fokus program dari tanaman pangan. Antara lain, beras dan jagung ke tanaman perkebunan seperti kopi, termasuk mendorong sistem tanam tumpang sari untuk efisiensi lahan dan konservasi tanah.
“Tanaman kopi bisa sekaligus menjadi solusi ekologis dan ekonomi. Ini penting untuk wilayah seperti lereng Merapi,” imbuhnya.
Bupati Sleman, Harda Kiswaya, turut menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat Umbulharjo yang berhasil membuktikan bahwa kopi bisa tumbuh subur di kaki Gunung Merapi.
Ia menyebut, capaian ini tidak lepas dari kolaborasi erat antara pemerintah pusat, Pemda DIY, dan masyarakat.
“Ini hasil kolaborasi yang luar biasa. Dari motivasi pusat, dukungan dana istimewa dari provinsi, hingga semangat warga yang menanam dan merawat sendiri tanaman kopinya. Ke depan, kami terus dorong agar kopi Merapi menjadi produk unggulan Sleman,” tutur Harda.
Turut hadir dalam acara panen kopi pada sore itu, Kepala Dinas PMK Dukcapil DIY Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara dan RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo atau akrab disapa Mas Marrel selaku Kepala Bebadan Pangreksa Loka.