SLEMAN, POPULI.ID – Babak baru dalam kasus gugatan perdata terkait dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sleman pada Selasa (24/6/2025).
Penggugat, Komardin, dalam persidangan menuntut Universitas Gadjah Mada (UGM) membayar kerugian materiil dan imateriil mencapai lebih dari Rp1.000 triliun.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan gugatan, Komardin secara tegas menyampaikan petitumnya.
Ia meminta majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan seluruh gugatannya, serta menyatakan tindakan para tergugat sebagai perbuatan melawan hukum.
“Petitum, menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Dua, menyatakan tindakan para tergugat merupakan melawan hukum. Tiga, menghukum tergugat I hingga VII [pihak UGM] untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp69,073 triliun dengan tanggung renteng kepada negara,” papar Komardin di hadapan persidangan.
Tak berhenti di situ, Komardin melanjutkan tuntutannya dengan nominal fantastis.
“Poin keempat, menuntut tergugat I hingga VII [pihak UGM] untuk membayar kerugian imateriil sebesar Rp1.000 triliun,” imbuhnya.
Gugatan perdata ini teregistrasi dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/PN.Smn.
Pihak tergugat dalam perkara ini mencakup Rektor UGM, Wakil Rektor I, II, III, dan IV UGM, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM, serta Ir. Kasmudjo yang disebut sebagai dosen pembimbing Jokowi.
Tim Pengacara TIPU UGM Perkuat Gugatan
Dalam perkembangan terbaru yang signifikan, tim pengacara Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM), yang sebelumnya mengajukan intervensi, kini resmi bergabung sebagai tim kuasa hukum Komardin.
Penambahan kekuatan hukum ini diharapkan dapat memperkuat strategi dan upaya pembuktian di persidangan.
“Agar bisa saling mengisi, ada 10 orang (tambahan kuasa hukum),” ujar Komardin usai persidangan.
Gugatan ini terus menjadi sorotan publik mengingat isu sensitif yang diangkat, yaitu dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7.
Komardin menilai perkara ini tidak hanya memicu kegaduhan, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan di Indonesia, berpotensi menimbulkan kerusakan moral bangsa, bahkan konflik horizontal.
Kerugian Negara dan Tuntutan Keterbukaan Informasi
Lebih lanjut, Komardin juga mengaitkan perkara ini dengan dampak ekonomi.
Ia menyebut bahwa isu ijazah palsu telah menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dari Rp15.500 per dolar menjadi Rp16.841 per dolar.
Kondisi ini, menurutnya, memicu gejolak ekonomi yang berdampak pada semua sektor. Selain itu, dengan asumsi nilai rupiah Rp15.500 per dolar, Indonesia harus menyiapkan dana tambahan untuk membayar utang negara sebesar sekitar Rp800,33 triliun pada akhir 2025.
Oleh karena itu, penggugat menuntut para tergugat untuk bertanggung jawab atas kerugian materiil sebesar Rp69.073 triliun dan kerugian imateriil sebesar Rp1.000 triliun secara tanggung renteng kepada negara.
Komardin menegaskan bahwa tuntutan ganti rugi tersebut bisa saja tidak diajukan jika UGM dapat memberikan bukti nyata terkait ijazah yang dipermasalahkan.
Ia mengungkapkan bahwa permintaan dokumen pada 2 Juni 2025 tidak mendapat respons dari UGM, baik secara tertulis maupun lisan.
“Kita anggap bahwa UGM tidak punya iktikad baik,” ucapnya.
Penggugat mendasarkan gugatannya pada dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pasal 4 ayat 4 UU tersebut menyatakan bahwa setiap pemohon informasi publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh informasi publik mengalami hambatan.
Kolaborasi antara tim kuasa hukum Komardin dan tim TIPU UGM diharapkan dapat mempertajam upaya hukum dan mengungkap fakta di balik dugaan keterlibatan UGM dalam proses pemalsuan surat.
Majelis Hakim PN Sleman, Cahyono, menyatakan bahwa sidang dengan agenda mediasi dan pembacaan gugatan pada hari ini telah ditutup.
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Selasa, 1 Juli 2025, dengan agenda lanjutan.
“Sidang hari ini kami nyatakan selesai. Dan dilanjutkan pada tanggal 1 Juli 2025 dengan agenda berikutnya,” pungkas Cahyono.