YOGYAKARTA, POPULI.ID – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Kotagede, Yogyakarta menghadirkan sesuatu yang berbeda dari perayaan pada umumnya. Bukan lomba panjat pinang atau makan kerupuk, melainkan lomba melamun.
Digelar di kawasan cagar budaya Bokong Semar pada Senin (18/8/2025), lomba ini menjadi alternatif perayaan kemerdekaan yang jauh dari hiruk-pikuk dan keringat, namun tetap mengundang antusiasme tinggi. Kegiatan ini diinisiasi oleh kolaborasi antara Lokanusa Kotagede, Tamasya Karsa, dan Life at Kotagede dengan inspirasi yang diambil dari ajang serupa di Jepang beberapa tahun silam.
“Kami ingin menciptakan ruang bagi masyarakat untuk merasakan pengalaman melamun secara sadar dan sengaja. Awalnya kami hanya menargetkan 20 peserta, tapi yang mendaftar membludak hingga lebih dari 100 orang, akhirnya kami close di angka 100 peserta,” ujar Muhammad Primas Trijati, kolaborator penyelenggara dari Tamasya Karsa.
Menurut Primas, ide awalnya muncul dari keinginan untuk menghadirkan perayaan 17-an yang tidak selalu kompetitif.
“Kita sehari-hari sudah lelah dikejar waktu dan target. Lomba ini menjadi ruang jeda, tempat untuk melambat sejenak,” katanya.
Meski terdengar nyeleneh, lomba ini digarap dengan serius. Peserta diuji seberapa lama mereka bisa melamun tanpa terganggu oleh distraksi yang telah disiapkan panitia, seperti alunan musik dan penampilan panggung. Penilaian dilakukan secara manual oleh dua juri utama yang merupakan pegiat slow living, salah satunya seorang psikolog.
“Nggak kayak di Jepang yang pakai detektor detak jantung sebagai alat ukur, kami menilai secara manual. Dari ekspresi peserta, seberapa tahan mereka terhadap distraksi, dan juga penampilan. Beberapa peserta ini datang dengan kostum-kostum unik,” jelas Primas.
Lomba melamun ini terdiri dari dua tahap. Fase penyisihan berlangsung selama 60 hingga 90 menit. Kemudian dipilih 20 peserta untuk masuk ke babak final.
Meskipun baru pertama kali digelar, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Mayoritas peserta adalah anak muda, namun ada juga beberapa remaja dan orang tua yang turut meramaikan.
Melihat tingginya minat masyarakat, panitia membuka kemungkinan untuk menggelar lomba serupa di tahun-tahun mendatang. Namun untuk sementara ini, kapasitas peserta masih dibatasi demi menjaga kualitas pelaksanaan.
Satu di antara peserta asal Samigaluh, Kulon Progo, Ibnu Wahyu Nugroho mengaku ikut lomba ini karena penasaran.
“Sepertinya belum pernah ada lomba melamun di Jogja. Saya ikut karena ingin merasakan saja pengalamannya,” ujarnya.
Meski tidak terbiasa melamun, Ibnu tertarik mencoba. Namun, ia mengaku bahwa melamun ternyata tidak semudah yang dibayangkan.
“Kalau nggak terbiasa, ya susah juga, apalagi ngelamun bareng-bareng. Saya malah bingung sendiri mau ngelamunin apa. Hidup saya terlalu enak, jadi pas lomba malah melamun tentang kebingungan itu sendiri. Ngelamunin bingung mau ngelamun apa,” katanya.
Sementara peserta asal jakarta, Alfina Tri Agustin, datang dengan alasan yang lebih personal. “Saya umur 25, lagi mengalami quarter life crisis. Jadi saya cari lomba yang cocok buat orang dewasa, dan ketemulah lomba melamun ini,” ucapnya.
Bagi Alfina, melamun adalah aktivitas yang sangat relatable, terutama bagi anak muda usia 20-an yang tengah banyak pikiran. Ia sendiri mengaku sering melamun, terutama saat kerja.
“Ngelamunin kerjaan, orang tua, pacar, sampai UMR Jogja. Bahkan tadi pas lomba, saya melamun tentang kapan bisa keluar dari Jogja, udah enak-enak di Jakarta kenapa ke Jogja lagi,” ungkapnya.
Namun, sayangnya ia harus gugur di tengah perlombaan karena secara tidak sadar memainkan kukunya saat sesi melamun berlangsung.
“Tiba-tiba saya didiskualifikasi, nggak tahu kenapa. Semua terjadi begitu cepat,” lontarnya.
Meski kalah, Alfina merasa lomba ini punya makna tersendiri.
“Anak muda Indonesia yang lagi umur 25 cocok banget ikut ini,” katanya.