BANTUL, POPULI.ID – Kabar duka kembali menyelimuti dunia diplomasi Indonesia. Setelah kasus misterius kematian Arya Daru pada Juli lalu, kini giliran Zetro Leonardo Purba, diplomat Indonesia yang bertugas di Lima, Peru, yang tewas ditembak saat bersepeda bersama istrinya pada Senin (1/9/2025) malam waktu setempat. Peristiwa tragis ini memunculkan tanda tanya publik karena terjadi dalam waktu berdekatan dengan kasus sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bambang Wahyu Nugroho menegaskan dua peristiwa tersebut tak saling berkaitan.
Menurutnya, kematian Zetro murni akibat tindak kriminal acak, bukan bagian dari intrik geopolitik maupun diplomatik. Hal ini berkaitan dengan kondisi keamanan domestik Peru yang memang tergolong rawan.
“Tahun 2015, diplomat kita di Pakistan, Pak Burhan Muhammad, meninggal bersama istri dalam tragedi helikopter jatuh. Juli kemarin, Mas Arya Daru ditemukan meninggal di kamar kosnya. Kemarin, Pak Zetro ditembak di Lima. Semua kejadian ini tidak ada hubungan satu sama lain,” jelasnya, Kamis (4/9/2025).
Ia menuturkan, situasi Peru saat ini sangat tidak stabil. Sejak 2018, negara tersebut sudah lima kali berganti presiden, yang berdampak pada krisis ekonomi dan sosial.
Tingginya angka pengangguran, kesenjangan sosial, serta maraknya kejahatan membuat ibu kota Peru, Lima, menjadi salah satu kota yang berbahaya, bahkan bagi warganya sendiri.
“Saya menduga Pak Zetro merasa aman di Lima, sama seperti saat di Melbourne atau Jakarta. Padahal, kultur sosial di Lima sangat buruk. Tindak kriminal sering terjadi, dan hampir semua berandalan di sana membawa small gun,” ujarnya.
Bambang menilai pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah tepat dengan meminta investigasi cepat dan transparan dari pemerintah Peru.
Namun, ia memberi catatan bahwa jika dalam waktu seminggu tidak ada kejelasan, maka wajar bila Indonesia mulai mempertanyakan keseriusan Peru dalam melindungi diplomat asing.
Meski demikian, ia meyakini tragedi ini tidak akan berdampak signifikan pada hubungan diplomatik Indonesia–Peru. Kasus ini lebih pada persoalan kriminal murni yang bisa menimpa siapa saja, dan pemerintah Peru sudah berkomitmen menanganinya secara profesional.
Bambang juga memberikan pesan khusus bagi mahasiswa Hubungan Internasional yang bercita-cita menjadi diplomat agar tidak patah semangat. Menurutnya, setiap profesi memiliki risiko, termasuk diplomat, namun risiko itu bisa diminimalisir dengan kepekaan dan kemampuan membaca situasi.
“Menjadi diplomat sebenarnya jauh lebih safe dibanding pekerjaan lain di luar negeri, seperti di sektor pertambangan atau LSM. Diplomat memiliki jaminan keamanan. Hanya saja, mereka harus peka dan mampu membaca kondisi negara tempat bertugas,” pungkasnya.