SLEMAN, POPULI.ID – Puluhan ibu di Yogyakarta yang tergabung dalam Suara Ibu Indonesia menggelar aksi di sekitar Bundaran UGM, Jumat (26/9/2025). Dalam aksinya ini, mereka membunyikan panci dan alat dapur untuk memprotes sejumlah kasus keracunan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah.
Selain membunyikan panci dan alat dapur, mereka juga mengangkat sejumlah poster yang bertuliskan kritik terhadap program Presiden Prabowo Subianto itu, antara lain: ‘MBG: Makan Beracun Gratis’, ‘Dapur MBG di Kotamu Punya Siapa?’, ‘Kembalikan Daulat Pangan ke Dapur Ibu’, dan ‘6.618 Bukan Sekedar Angka. 6.618 Anak telah Kau Racuni Pakai Duit Kami’.
Satu di antara pegiat Suara Ibu Indonesia, Kalis Mardiasih, mengatakan aksi tersebut dilakukan oleh gabungan para ibu mulai dari akademisi, aktivis, pegiat isu sosial, seniman, dan berbagai elemen masyarakat. Aksi memukul panci ini sendiri sebagai simbol perlawanan.
“Kami para ibu dari berbagai elemen berkumpul di Yogyakarta untuk menyuarakan penghentian segera program prioritas makanan bergizi gratis. Kami menolak pernyataan pemerintah yang menyebut program ini bisa diperbaiki sambil berjalan,” ujar Kalis, Jumat (26/9/2025).
Menurutnya, pendekatan “sambil berjalan” itu justru berbahaya karena menormalisasi risiko keracunan yang terus terjadi. Ia menekankan bahwa korban dari program MBG bukanlah sekadar angka statistik.
“Setiap ada kasus itu yang disebut adalah kasus di kota A, kasus di sekolah B, padahal kasus-kasus itu bukan angka, itu ada anak-anak yang sehat, dirawat sama ibu dan bapaknya, mereka datang untuk belajar tapi kemudian tiba-tiba mereka keracunan,” katanya.
Kalis menegaskan pemerintah harus bertanggung jawab atas kasus-kasus keracunan yang telah terjadi selama satu tahun pelaksanaan program MBG. Ia menyebut massa aksi menuntut agar investigasi dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan, serta pemulihan hak-hak korban dilakukan secara adil dan menyeluruh.
“Biaya pengobatan selama ini ditanggung oleh orang tua korban, padahal yang menyebabkan mereka sakit adalah kebijakan negara,” tegasnya.
Selain itu, massa aksi juga mendesak agar tata kelola MBG direvisi total agar tidak bersifat sentralistik dan militeristik. Kalis mengkritik monopoli pengelolaan MBG oleh Badan Gizi Nasional (BGN) yang menurutnya mengabaikan kapasitas daerah dan kader-kader Posyandu yang selama ini sudah menjalankan program pemenuhan gizi dengan baik.
“Semua data-data itu sebetulnya sudah lengkap. Tapi kenapa di MBG ini yang sifatnya sentralistik ini semua data-data itu tidak dipakai. Selain sentralistik juga bersifat militeristik. Kita tahu pejabat-pejabat di struktur BGN itu diisi sebagian besar oleh laki-laki yang selama ini mungkin tidak pernah menyiapkan gizi anak-anak di rumah,” bebernya.
Direktur Caksana Institute, Wasingatu Zakiyah, yang turut hadir dalam aksi ini menyatakan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap negara.
“Kami sedang memikirkan siapa yang bisa menjadi legal standing. Apakah orang tua korban siap menjadi bagian dari gerakan ini. Kami melihat ini sangat mungkin dilakukan melalui class action,” ujarnya.
Zakiyah menegaskan rakyat berhak menuntut karena dana MBG berasal dari uang publik. Namun ia juga mengakui tidak mudah mencari pihak yang cukup berani untuk menjadi penggugat di pengadilan.
“Tidak mudah karena banyak yang tidak cukup berani untuk menjadi penggugat. Ini yang saya kira kami cukup kesulitan. Teman-teman tim advokat sangat kesulitan untuk menghadirkan siapa sebenarnya yang bersedia untuk menjadi legal standing penggugat di sini,” ucapnya.
Caksana Institute sendiri merupakan organisasi berbadan hukum yang fokus pada reformasi hukum dan kebijakan publik di Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), terdapat lebih dari 8.000 korban keracunan akibat program MBG. Sementara itu, data dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mencatat sebanyak 6.618 kasus keracunan per Kamis (25/9/2025) malam.