BANTUL, POPULI.ID – Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), David Efendi, melontarkan kritik tajam terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digulirkan sejak era Presiden Joko Widodo dan berlanjut di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka.
Menurut David, PSN yang banyak berbasis pada industri ekstraktif dan kreatif lebih banyak menimbulkan dampak negatif, terutama pada aspek kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi jangka panjang.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam acara Stadium General Pelantikan Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-DIY 2025/2026 bertema “Menakar Arah Bangsa: Evaluasi Satu Tahun Pemerintah Prabowo–Gibran”, yang digelar pada Rabu malam (15/10/2025) di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta.
David menegaskan bahwa kebijakan PSN yang terus digulirkan hingga kini justru berpotensi memperparah ketimpangan ekonomi dan mempercepat kerusakan lingkungan.
“Secara umum, PSN di era Prabowo lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Berdasarkan berbagai riset, dampak buruk terhadap lingkungan dan ketimpangan ekonomi jauh lebih besar dibanding nilai investasi yang dihasilkan,” tegasnya.
Ia menilai bahwa praktik politik konsesi masih menjadi pola dominan dalam pelaksanaan proyek-proyek besar pemerintah, terutama di wilayah Kalimantan dan Rempang. Menurut David, konsesi yang diberikan pemerintah dalam bentuk kompensasi uang, jabatan, atau beasiswa kepada masyarakat terdampak hanyalah upaya untuk “membayar” kerugian lingkungan yang ditimbulkan industri ekstraktif. “Pemerintah memberi kompensasi seolah sebagai solusi, padahal itu hanya cara halus untuk menutupi kerusakan lingkungan dan mengamankan kepentingan pemodal,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa selama masa pandemi, industri ekstraktif justru tetap berjalan tanpa gangguan berarti, menunjukkan betapa kuatnya dominasi pemodal dalam menentukan arah kebijakan ekonomi nasional.
Mahasiswa Harus Jadi Penyuara Lingkungan dan Masyarakat Adat
Lebih lanjut, David menyebut bahwa tanpa PSN pun, kondisi lingkungan di Indonesia sudah berada dalam situasi krisis. Oleh karena itu, ia mendorong mahasiswa untuk mengambil peran aktif sebagai penyuara kepentingan publik dan lingkungan hidup. “Suara mahasiswa bisa menjadi penyeimbang di tengah tekanan politik dan ekonomi. Gerakan mahasiswa terbukti mampu membangkitkan kesadaran masyarakat yang terdampak industri ekstraktif,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kontribusi mahasiswa tidak hanya dapat dilakukan melalui aksi advokasi, tetapi juga melalui riset-riset aplikatif yang menyoroti kebijakan publik dan mendorong lahirnya gerakan masyarakat sipil yang kuat di tengah “rezim konsesi” yang kian menguat.
David juga menyoroti kerentanan berlapis masyarakat adat akibat proyek-proyek strategis nasional. Ia menilai bahwa hak-hak masyarakat adat seringkali diabaikan dalam proses hukum dan pengambilan keputusan. “Hak masyarakat adat banyak yang terampas. Sayangnya, kekuatan hukum mereka sering tidak dipandang oleh para hakim, sehingga semakin terpinggirkan dalam konflik yang didorong oleh kepentingan modal,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengkritik keras praktik ekonomi yang menurutnya kerap membiarkan “konflik biadab” terjadi di lapangan tanpa penyelesaian yang berkeadilan.