YOGYAKARTA, POPULI.ID – Prevalensi stunting di Kota Yogyakarta mengalami tren penurunan, pada tahun 2024 angka pravelensi stunting sebesar 14,8 persen. Angka tersebut mengalami penurunan 2 persen bila dibanding tahun 2023 sebesar 16,8 persen.
Dari angka tersebut pravelensi penurunan stunting di Kota Yogyakarta menjadi yang terendah se DIY. Hal tersebut disampaikan Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan saat memaparkan berbagai upaya penurunan stunting di wilayahnya dalam acara penilaian kinerja kabupaten kota dalam pelaksanaan aksi 1-8 konvergensi penanggulangan stunting yang digelar di Grand Rohan Hotel, Rabu (28/5/2025).
Pada kesempatan itu Wawan mengungkapkan berbagai upaya telah dilakukan Pemkot Yogyakarta untuk menurunkan stunting.
“Seluruh perangkat daerah di lingkup Pemkot Yogyakarta pun telah berkomitmen dalam upaya ini,” ujarnya.
Seperti yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan berbagai programnya yakni skrining anemia pada remaja putri kelas 7 dan 10, skrining kesehatan remaja di sekolah dan pemeriksaan kesehatan pranikah bagi calon pengantin.
“Ada pula konseling gizi untuk calon pengantin, konseling persiapan pernikahan oleh psikolog bagi calon pengantin, serta pemberian sumplemen tablet tambah darah bagi calon pengantin,” ujarnya.
Dukungan penurunan stunting tersebut juga dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) melalui perbaikan pola asuh anak yang didampingi oleh PKK, serta pendampingan calon pengantin usia dini oleh Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga).
Sementara itu, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertran) yang memberikan fasilitas bantuan sosial kesejahteraan keluarga. Lalu Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian (Diskominfosan) melakukannya menggunakan kampanye pencegahan stunting di berbagai media.
“Selain itu Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) yang fokus pada peningkatan kapasitas pendidik melalui Bimtek PAUD. Dinas Pertanian Pangan (DPP) fokus pada ketercukupan pangan dan gemar makan ikan dalam hal kecukupan protein,” jelasnya.
Pihaknya menambahkan upaya percepatan penurunan stunting di Kota Yogyakarta juga mendapat dukungan dari lintas sektor. Satu diantara contohnya adalah program Segoro Bening yang menggandeng berbagai korporasi melalui program tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan (TSLP) dengan pemberian makanan bergizi tambahan bagi warga Kemantren Wirobrajan.
“Inovasi ini berhasil menurunkan stunting di Kemantren Wirobrajan terhitung dari Oktober 2023 hingga Oktober 2024, dari 10,32% menjadi 7,45%. Bahkan Program Segoro Bening ini sudah direplikasi oleh daerah lain seperti di Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, Kota Semarang, dan Kabupaten Paser,” bebernya.
Pemkot Yogyakarta juga menggandeng berbagai kampus melalui KKN tematik serta Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang terkait dengan isu stunting.
“Serta ada pula pelaksanaan rembuk stunting dengan melibatkan komunitas, serta pelaksanaan pendampingan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),” ujarnya.
Berbagai upaya dalam percepatan penurunan stunting ini mendapat apresiasi dari tim juri dan panelis.
Ketua tim panelis yang juga sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti mengucapkan selamat kepada Kota Yogyakarta karena angka pravelensi stuntingnya terendah se DIY.
Meski begitu Ni Made berharap Pemkot Yogyakarta terus berupaya menurunkan angka stunting dengan berbagai aksi dan inovasinya.
“Penurunan angka pravelensi stunting 2 persen ini sungguh sangat signifikan. Selamat untuk Kota Yogyakarta semoga ke depan angka pravelensi stunting bisa terus menurun,” ujarnya.
Terkait penilaian tersebut pihaknya menjelaskan tujuannya adalah untuk mengukur tingkat kinerja pemerintah kabupaten dan kota dalam pelaksanaan aksi konvergensi penurunan stunting.
“Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi kabupaten kota untuk meningkatkan kinerja di tahun berikutnya,” ujarnya.