SLEMAN, POPULI.ID – Sebuah surat kerja sama antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan sekolah di Sleman menuai perhatian publik. Pasalnya, dalam surat tersebut terdapat poin yang dinilai membatasi keterbukaan informasi terkait potensi masalah dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menyatakan keberatan atas isi perjanjian itu. Khususnya pada salah satu klausul yang dinilai bisa membungkam pihak sekolah jika terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti kasus keracunan atau gangguan lain dalam distribusi makanan.
Kepala ORI Perwakilan DIY, Muflihul Hadi, menyebut adanya surat perjanjian tersebut berarti menghalangi akses informasi yang dibutuhkan masyarakat.
“Kalau orang kemudian malah menyembunyikan apa yang terjadi, nanti kalau ada apa-apa justru malah berbahaya,” ujarnya, Senin (22/9/2025).
Dalam surat kerja sama tersebut, pada klausul ketujuh disebutkan apabila terjadi KLB seperti dugaan keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau masalah serius lainnya, pihak kedua berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga pihak pertama menemukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan mencari Solusi terbaik demi kelangsungan program ini.
Menurut Muflihul, ketentuan tersebut justru berisiko membahayakan penerima manfaat.
“Kalau terjadi sesuatu dan pihak sekolah tidak boleh bicara, itu bisa memperburuk situasi,” jelasnya.
Meski ORI DIY belum melakukan investigasi lapangan secara menyeluruh, Muflihul menekankan jika surat tersebut memang benar dikeluarkan, maka harus segera ditarik atau dibatalkan. Ia menyebut perjanjian semacam itu tidak boleh menafikan hak masyarakat, terlebih yang menyangkut keselamatan dan kualitas layanan publik.
“Kami khawatir masyarakat penerima manfaat akan takut menyampaikan keluhan. Apalagi kalau ada masalah serius seperti keracunan. Justru itu membungkam masyarakat untuk menyampaikan kondisi yang terjadi, kami menyayangkan itu,” ucapnya.
ORI DIY juga menyarankan agar surat tersebut direvisi. Bila perlu, kata Muflihul, pihak yang menerbitkan surat perjanjian itu harus dimintai pertanggungjawaban.
“Perlu ditelusuri lebih jauh, apakah ini berlaku umum atau hanya dilakukan oleh satuan SPPG tertentu. Kalau benar, itu kok aneh,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut, ORI DIY akan berkomunikasi dengan dinas pendidikan setempat yang menaungi sekolah-sekolah penerima program MBG. Muflihul menegaskan, sekolah-sekolah sebaiknya tidak menandatangani dokumen kerja sama tersebut jika masih mengandung klausul pembungkaman informasi.
“Kami minta lewat dinas pendidikan karena mereka yang punya datanya, mereka yang punya komunikasi. Saya minta kalau ada hal itu, saya minta sekolahnya tidak menandatangani,” katanya.
Selain itu, ORI DIY juga berencana melakukan kajian lebih lanjut terhadap pelaksanaan program MBG secara keseluruhan. Namun, rencana ini masih menunggu lampu hijau dari ORI pusat.