YOGYAKARTA, POPULI.ID – Program percontohan pengolahan sampah berbasis masyarakat mulai diterapkan di RT 18 RW 03 Patangpuluhan, Wirobrajan. Warga kini menerapkan sistem pengelolaan sampah dari hulu dengan memanfaatkan gudang sampah residu serta 10 titik biopori jumbo yang melayani 50 kepala keluarga (KK).
Setiap KK juga menerima dua ember pemilahan sampah. Satu ember untuk sampah organik dan satu ember untuk residu.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, mengatakan pengolahan sampah sejak dari rumah menjadi kunci untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke hilir. Saat ini, Kota Yogyakarta baru mampu mengolah sekitar 190 ton dari total 300 ton sampah per hari.
“Ini implementasi dari program Mas JOS (Masyarakat Jogja Olah Sampah) yang sejak awal menekankan pentingnya pemilahan sampah dari rumah. Warga menerjemahkannya dengan berbagai model. Khusus di sini, ember hitam dipakai untuk sampah organik dan ember jambon untuk residu,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Ia menilai penerapan 10 biopori untuk melayani 50 KK menjadi langkah konkret pengelolaan sampah dari hulu. Menurutnya, jika pola serupa dilakukan di banyak wilayah, persoalan sampah di Kota Yogyakarta akan semakin teratasi.
“Kami terus bergerak dari RT ke RT, dari RW ke RW agar sampah terkelola dengan baik,” ucapnya.
Hasto menyebut program tersebut menjadi bentuk rekonstruksi sosial di masyarakat karena mendorong perubahan perilaku dalam pengolahan sampah sehari-hari.
“Ini pilot project pengelolaan sampah di tingkat hulu oleh masyarakat. Dari, oleh, dan untuk masyarakat. Inilah bentuk perubahan sosial yang nyata,” tuturnya.
Terkait perluasan program, Hasto menjelaskan bahwa pemilahan sampah dari rumah sebenarnya bisa diterapkan di seluruh wilayah kota. Namun pembagian ember seperti di Patangpuluhan belum bisa dilakukan di semua wilayah karena membutuhkan dukungan anggaran.
“Di sini mampu karena disponsori oleh BPD DIY. Tapi kan tidak semua mampu. Sehingga yang di tempat lain kami tidak membagi ember hitam, tapi kami membagi galon air mineral itu karena murah. Saya kira bedanya cuma masalah wadahnya,” katanya.
Ia menambahkan, warga Patangpuluhan juga memiliki fasilitas khusus berupa depo residu sebagai bagian dari sistem pengolahan sampah yang lebih komprehensif.
“Di sini lebih kompleks karena ada pemilahan residu dan juga depo residu,” tambahnya.
Pengurus RT 18 RW 03 Patangpuluhan, Furqon, menjelaskan warga telah mulai memilah sampah menjadi tiga kategori yaitu organik, anorganik, dan residu. Sampah organik dikelola melalui 10 titik biopori yang diisi secara bertahap. Sementara sampah anorganik ditampung di dua keranjang khusus yang sudah berjalan di wilayah RT 18.
Untuk sampah residu, setiap KK menerima dua ember untuk memudahkan pemilahan dan pembuangan ke gudang residu.
“Kami berharap setiap KK membuang sampah sesuai titik yang telah ditentukan. Sampah residu nantinya akan diambil Dinas Lingkungan Hidup bila sudah penuh,” jelasnya.
Furqon menyebut di wilayahnya mulai menunjukkan penurunan volume sampah yang dibuang ke TPA. Pihaknya juga akan melakukan monitoring rutin untuk memastikan seluruh warga konsisten dalam pemilahan sampah.
“Setiap warga akan kami edukasi dan monitor agar pemilahan berjalan jelas juga teratur,” ujarnya.












