JAKARTA, POPULI.ID – Istilah politik belah bambu sering kali dikaitkan dengan kekuasaan dan pemerintahan. Politik dengan cara ini juga meninggalkan jejak tersendiri di Indonesia.
Lantas apa itu politik belah bambu?
Politik belah bambu merupakan istilah yang menggambarkan praktik memecah belah kelompok atau kubu yang sebelumnya bersatu untuk merebut kekuasaan atau melemahkan lawan.
Istilah ini kerap diidentikkan dengan dengan taktik adu domba. Saat membelah bambu pada umumnya, orang akan menginjak bagian bawah sedangkan bagian satunya diangkat ke atas.
Semakin kuat diangkat, semakin besar pula potensi bambu pecah. Dalam dunia politik, strategi belah bambu ditujukan dengan memecah belah kelompok besar menjadi kelompok kecil hingga keduanya saling bertentangan demi mendapatkan kekuasaan.
Cerita di Indonesia
Strategi politik belah bambu ini telah mengakar sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang di Tanah Air. Belanda melancarkan intrik devide et impera atau politik adu domba serupa belah bambu.
Dengan cara ini, penjajah membuat kekacauan yang menimbulkan perpecahan di suatu wilayah. Dalam menjalankan strategi ini, Belanda menciptakan hasutan atau isu-isu separatis kepada kelompok besar di wilayah tersebut, seperti yang dilakukan Van Mook Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat ingin menguasai sebagian Pulau Sumatera dan Snouck Hurgonje di Aceh.
Politik belah bambu disebut-sebut kembali muncul pada masa Orde Baru ketika gaya kepemimpinan otoriter dijadikan senjata untuk menindas kelompok yang dianggap menentang dan melanggengkan kekuasaan.
Praktik politik belah bambu dapat membahayakan tatanan sosial dan politik. Selain dapat melemahkan persatuan dan kesatuan, taktik ini dapat memicu konflik dan ketidakstabilan di masyarakat.
Pengamat politik sekaligus filosof Rocky Gerung sempat menduga terjadi politik belah bambu di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Lewat kanal YouTube-nya 2021 silam, Rocky menyoroti pemberian konsesi lahan untuk dikelola oleh pemuda Muhammadiyah. Di sisi lain, ormas Islam FPI dinilai mendapat perlakuan kontras.
“Kalau FPI, pemudanya itu di-exclude. Kalau Muhammadiyah pemudanya di-include, ada yang diusir ada yang dimasukkan,” ungkap Rocky Gerung saat berbincang dengan Hersubeno Arief
“Sebetulnya cara rezim untuk membelah masyarakat. Jadi pemuda sekarang terbelah hanya karena urusan tanah itu,” tambahnya.
Penulis: Yunita Ajeng Raharjo