YOGYAKARTA,POPULI.ID – Pemerintah Kota Yogyakarta melanjutkan penertiban 40 titik reklame ilegal di wilayahnya.
Tindakan tersebut dimulai dari Jalan Langensari, tepat di sisi timur Embung Langensari, Selasa pagi (13/5/2025).
Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat menjelaskan, penertiban papan reklame tersebut berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Reklame, serta Perwal No. 32 Tahun 2023 sebagai pedoman pelaksanaan.
“Kami menindak reklame tanpa izin, apalagi yang berdiri di area terlarang seperti taman kota. Lokasi seperti ini tidak mungkin mendapat izin,” tegasnya.
Hingga kini, 3 dari 40 titik telah dibongkar mandiri oleh pemilik. Sisanya akan ditertibkan Satpol PP bila tidak segera dibongkar.
“Ada 24 titik yang akan dihentikan fungsinya. Jika tetap dibiarkan, kami bongkar dan asetnya menjadi milik Pemkot,” tambahnya.
Pada 2024, hasil pembongkaran seperti tiang reklame, tiang fiber optik, gerobak PKL, hingga becak diserahkan ke BPKAD dan dilelang. Nilainya mencapai Rp150 juta.
“Kegiatan ini juga memperhatikan Pergub No. 2 Tahun 2024 tentang Kawasan Sumbu Filosofi. Di jalur utama, hanya papan nama usaha yang diperbolehkan,” katanya.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menekankan bahwa langkah ini selaras dengan instruksi Presiden saat retret di Magelang.
“Presiden menyoroti baliho sebagai sampah visual. Bahkan, beliau menyarankan foto kepala daerah diturunkan bila tidak relevan,” ucapnya.
Ia menilai penertiban reklame ilegal merupakan bagian dari quick win pemerintah daerah.
“Ada 40 reklame ilegal. Tiga sudah dibongkar, berarti 37 masih dalam proses. Ini bagian dari target cepat Satpol PP,” jelasnya.
Meski potensi pendapatan dari pajak reklame menurun, Pemkot menilai estetika kota lebih penting, terutama sebagai destinasi wisata.
“Reklame tanpa izin tak hanya melanggar, tapi juga merusak wajah kota. Kita bisa ganti potensi pendapatan dari sektor pariwisata dan UMKM,” ujarnya.
Pemkot memberi tenggat tujuh hari bagi pemilik reklame membongkar secara mandiri sebelum dibongkar paksa.
Setiap baliho bernilai potensi pajak Rp150 juta per tahun. Jika dikalikan 40 titik, potensi kerugian mencapai Rp6 miliar.