SLEMAN, POPULI.ID – Hedi Ludiman (49), guru honorer, dan istrinya, Evi Fatimah (38), warga Sleman, menjadi korban mafia tanah.
Tanah mereka berpindah nama dan diagunkan ke bank tanpa persetujuan.
Meski satu pelaku telah divonis, sertifikat masih dilelang. Satu tersangka lainnya masih buron.
“Kasus ini terjadi sejak 2012 dan sudah ditangani Polresta Sleman. Satu pelaku divonis, satunya masuk daftar pencarian orang,” kata Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, Selasa (20/5/2025).
Menurutnya, proses pidana telah selesai.
Namun, hak atas tanah belum kembali karena menyangkut administrasi pertanahan.
“Urusan hukum pidana tuntas. Soal sertifikat, itu kewenangan BPN,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa selama perkara belum dicabut secara hukum, seharusnya sertifikat tidak bisa dialihkan.
“Kalau belum ada pencabutan status hukum, semestinya tidak boleh balik nama,” jelasnya.
Polda DIY memastikan pengejaran terhadap buronan masih berlangsung.
“Pencarian tetap dilakukan bersama Polresta Sleman. Tujuannya jelas mengembalikan hak korban,” pungkasnya.
Sebelumnya Evi Fatimah (37), warga Sleman, terperangkap dalam kasus mafia tanah yang melibatkan tanah warisan keluarganya.
Tanah seluas 1.457 meter persegi di RT 4 RW 5, Dusun Paten, Triadi, Sleman, yang semula tercatat atas namanya, kini berpindah tangan tanpa sepengetahuannya.
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4387/Tridadi yang tercatat atas nama Evi, pada 2011 beralih ke Sujatmoko dan terakhir dimiliki oleh RZA.
Kasus bermula pada pertengahan 2011 ketika Ia ditemui Sri Suharyati dan anaknya, Sujatmoko, yang ingin menyewa rumahnya untuk usaha konveksi.
Setelah sepakat untuk sewa rumah selama lima tahun seharga Rp 25 juta, keduanya meminta sertifikat rumahnya sebagai jaminan dan mengajaknya ke notaris di Tirtomartani, Kalasan.
“Saya diminta tanda tangan dokumen yang katanya perjanjian kontrak rumah, namun saya tidak diberi salinan dokumen tersebut,” katanya saat ditemui di rumahnya, Senin (12/5/2025).
Pada Mei 2012, Ia mengetahui bahwa rumahnya telah dibalik nama dan digunakan sebagai jaminan pinjaman yang macet.
Ketika diperiksa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), ternyata tanah tersebut telah beralih ke nama Sujatmoko.
Ia melapor ke Polres Sleman dan mengajukan gugatan ke pengadilan.
Hasilnya, majelis hakim menjatuhkan vonis 8 bulan penjara kepada Sri Suharyati, sementara Sujatmoko menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ia juga melaporkan oknum notaris berinisial CID ke Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris DIY yang hanya memberi sanksi teguran tertulis.
Namun, perjuangannya belum berakhir. Pada tahun lalu, Ia mengetahui bahwa sertifikat tanahnya telah beralih nama lagi ke RZA, meski tanah itu masih dalam proses blokir.
“Bagaimana bisa sertifikat yang diblokir diperdagangkan?” tanya Hedi Ludiman, suaminya.
Polresta Sleman menjelaskan bahwa penyidik belum mengirimkan surat pencabutan blokir kepada BPN Sleman.
Evi dan Hedi merasa langkah hukum mereka diabaikan.
“Kami merasa dipermainkan. Kami sudah mengajukan berbagai upaya, termasuk ke pemerintah pusat, tapi masalah ini belum selesai,” ujar Hedi, yang bekerja sebagai guru honorer.
Mereka berharap tanah tersebut kembali ke nama Evi, seperti yang seharusnya.
“Ini warisan keluarga yang harus tetap berada di tangan yang sah,” katanya dengan harapan.