PATI, POPULI.ID – Gelombang protes besar-besaran mengguncang Kabupaten Pati pada Rabu (13/8/2025) siang.
Ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu turun ke jalan, memprotes sejumlah kebijakan Bupati Pati Sudewo yang dianggap merugikan masyarakat.
Meski sempat membatalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, amarah publik tak kunjung reda.
Puncaknya, massa menuntut agar Sudewo mundur dari jabatannya sebagai Bupati Pati.
Sudewo, yang baru menjabat sebagai bupati ke-42 pada 20 Februari 2025 bersama Wakil Bupati Risma Ardhi Chandra, dikenal sebagai politisi kawakan.
Dua periode ia duduk di kursi DPR RI, sebelum akhirnya memenangi Pilkada Pati 2024 dengan raihan 419.684 suara atau 53,53 persen.
Lahir di Pati pada 11 Oktober 1968, Sudewo mengenyam pendidikan di SD Negeri 1 Slungkep, SMP Negeri 1 Kayen, dan SMA Negeri 1 Pati.
Ia meraih gelar Sarjana Teknik Sipil dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada 1993, lalu melanjutkan studi magister di Teknik Pembangunan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Karier awalnya dimulai di dunia konstruksi sebagai pegawai PT Jaya Construction pada 1993, sebelum masuk ke Dinas Pekerjaan Umum sebagai tenaga honorer dan kemudian PNS.
Ia bertugas di berbagai wilayah, termasuk Bali, Jawa Timur, dan Karanganyar hingga 2006.
Setelah itu, ia terjun penuh ke dunia politik, sempat mencalonkan diri sebagai Bupati Karanganyar pada 2002, lalu menjadi anggota DPR RI pada 2009.
Selama masa kampanye Pilkada Pati 2024, Sudewo mengusung slogan “Wong Asli Pati Wae Go” dan dikenal aktif dalam berbagai organisasi, mulai dari Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil, Keluarga Besar Marhaenis, hingga DPP Gerindra.
Namun, awal pemerintahannya justru diwarnai deretan kebijakan yang menuai penolakan.
Pada Maret 2025, ia memerintahkan pengurangan tenaga honorer di RSUD RAA Soewondo dengan alasan jumlah yang berlebih.
Mei 2025, ia mengeluarkan larangan penggunaan sound horeg yang memicu protes hingga kebijakan itu dicabut.
Puncaknya, keputusan menaikkan PBB sampai 250 persen memicu kemarahan warga.
Situasi semakin panas ketika pada 6 Agustus 2025, Sudewo menantang pihak yang menolak kebijakannya untuk melakukan demo, bahkan menyebut siap menghadapi hingga puluhan ribu massa.
Pernyataan ini justru memperkuat tekad warga untuk menggelar aksi besar pada 13 Agustus, yang juga mendapat dukungan simpatisan dari luar daerah.
Di luar kontroversinya, Sudewo tercatat memiliki harta kekayaan fantastis.
Berdasarkan laporan LHKPN per 11 April 2025, total asetnya mencapai Rp 31,5 miliar, terdiri dari tanah dan bangunan di sejumlah kota, kendaraan mewah seperti BMW X5, Toyota Alphard, dan Land Cruiser, serta surat berharga senilai miliaran rupiah.
Ia juga tidak memiliki utang.
Meski beberapa kebijakan akhirnya dicabut, riak ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan Sudewo belum juga surut.