SLEMAN, POPULI.ID – Pasca aksi ratusan pekerja tambang yang memprotes penghapusan penggunaan mesin sedot, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) segera berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) DIY untuk mencari solusi bersama.
Kepala BBWSSO Maryadi Utama menyampaikan, pertemuan dengan Forkopimda dan sejumlah instansi terkait perizinan pertambangan dilakukan pada Kamis (16/10/2025). Langkah tersebut diambil guna menampung masukan serta mencari jalan tengah bagi para penambang yang terdampak kebijakan larangan penggunaan alat bantu kerja (ABK) berupa mesin sedot.
“Koordinasi ini kami lakukan agar ada kejelasan dan solusi yang terbaik bagi para penambang rakyat,” ujar Maryadi melalui keterangan tertulis.
Maryadi menjelaskan, aturan yang melarang penggunaan mesin sedot bukan kebijakan baru, melainkan mengacu pada Keputusan Dirjen Pengairan Nomor 176/KTPA/A/1987.
Regulasi tersebut menegaskan bahwa kegiatan penambangan bahan galian golongan C di sungai hanya diperbolehkan tanpa menggunakan mesin dan dengan produksi kurang dari 20 meter kubik per hari.
Meski demikian, BBWSSO menyadari perlunya dialog lebih lanjut. Maryadi menegaskan pihaknya akan melaporkan hasil koordinasi tersebut kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk mendapat arahan lanjutan.
Sebelumnya, unjuk rasa yang digelar Perkumpulan Penambang Progo Sejahtera (PPPS) di halaman kantor BBWSSO pada Rabu (15/10/2025) sempat memanas. Sejumlah peserta aksi melakukan pelemparan benda dan meneriakkan kalimat tidak sopan, sehingga BBWSSO menutup sementara area kantor demi keamanan pegawai dan aset negara.
Massa aksi juga sempat menutup sebagian Jalan Yogyakarta–Solo menggunakan truk-truk besar selama beberapa menit, menyebabkan kemacetan di sekitar lokasi.
Koordinator lapangan PPPS, Umar, mengatakan para penambang merasa kehilangan mata pencaharian karena selama sembilan bulan terakhir tidak dapat beroperasi akibat perubahan rekomendasi teknis (rekomtek) dari BBWSSO.
“Dulu tahun 2015 masih boleh pakai pompa sedot, tapi sekarang diganti alat manual seperti pacul. Kalau pakai pacul tidak bisa gali dalam,” keluhnya.
PPPS berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan tersebut agar para penambang bisa kembali bekerja tanpa menyalahi aturan yang berlaku.