YOGYAKARTA, POPULI.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 100.3.4/3479/2025 terkait pelaksanaan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. SE ini diterbitkan sebagai langkah optimalisasi atas Peraturan Wali Kota (Perwal) Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2024 tentang Pengurangan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menjelaskan saat ini kebijakan masih berfokus pada tahap edukasi, advokasi, dan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha, terutama di pasar tradisional serta supermarket. Ia menegaskan pentingnya indikator yang jelas untuk mengukur efektivitas kebijakan ini.
“Saya mengukurnya masih belum punya indikator yang beda dengan (gerakan) ember. Saya sudah punya indikator mengukur sampah organik yang gerakan Mas JOS itu, kemarin 800 ember, hari ini 805 ember, itu saya bisa mengukur. Nah, yang sampah organik di toko-toko dan supermarket itu saya nanti ngukurnya memang pasar,” jelasnya di Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Rabu (23/10/2025).
Hasto menegaskan, meskipun saat ini sifat kebijakan masih persuasif, namun dalam waktu dekat pihaknya akan mengambil langkah yang lebih tegas.
“Paling telat tiga bulan sudah kami buat lebih tegaslah, terutama untuk supermarket-supermarket dan pasar juga. Tapi tentu harus dibarengi dengan fasilitasi,” tambahnya.
Pemkot Yogyakarta berencana memberikan dukungan dalam bentuk fasilitas alternatif bagi masyarakat agar transisi dari plastik ke bahan yang lebih ramah lingkungan dapat berjalan efektif.
“Bukan berarti saya harus bagi tas, meskipun cuma harga Rp 5.000, tapi tasnya itu bisa untuk dipakai ulang. Saya bisa bagi ke pasar misalnya,” ujar Hasto.
Lebih lanjut, Hasto juga menyinggung kontribusi pelaku UMKM kuliner yang kerap menggunakan plastik untuk layanan takeaway. Menurutnya, regulasi khusus masih dalam tahap penggodokan dan akan dituangkan dalam perwal yang lebih kuat di masa mendatang.
“Saat ini memang baru pembatasan, tapi ke depan menuju ke pelarangan, mungkin diimbangi dengan fasilitasi dan alternatifnya. Tapi kan harus ada hearing publik supaya ada payung hukum yang kuat. Supaya kalau saya didebat atau ekstremnya disomasi, saya tidak kalah, karena prosesnya melalui prosedur yang benar,” beber Hasto.
Meski belum menetapkan timeline resmi menuju pelarangan total, Hasto menyebut masa sosialisasi tiga bulan ke depan sebagai tahap penting untuk mengukur respons publik. Ia menyebut timeline harus dituangkan dalam perwal tersebut. Menurutnya, waktu tiga bulan untuk sosialisasi dianggap cukup.
“Sampai Desember itu cukup untuk sosialisasi, untuk melihat-lihat respons publik seperti apa. Ketika kami tiga bulan ini sosialisasi, kami punya kepercayaan diri, ini mampu atau ragu-ragu, itu kalau kami sudah pemanasan dulu tiga bulan,” tuturnya.
Hasto menekankan transisi dari plastik sekali pakai bukan hal yang mudah. Mengingat plastik selama ini masih menjadi andalan masyarakat. Namun, ia optimistis dengan pendekatan bertahap dan disertai dukungan fasilitas, perubahan perilaku bisa tercapai.
“Saya belum membuat perwalnya, baru saya godok. Saya juga baru menyiapkan,” katanya.












