YOGYAKARTA, POPULI.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berupaya mewujudkan target zero new stunting atau tidak ada penambahan kasus stunting baru.
Untuk mencapai hal tersebut, seluruh perangkat daerah terkait diminta melakukan pemantauan terhadap setiap kelahiran bayi serta pasangan pengantin baru guna mencegah munculnya kasus stunting sejak dini.
Langkah pencegahan ini menjadi bagian dari strategi Pemkot Yogyakarta dalam menekan prevalensi stunting. Pemkot menargetkan bisa menurunkan angka kasus stunting hingga mencapai satu digit atau di bawah 10 persen.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan penurunan angka stunting menjadi prioritas utama pemkot. Ia menyebut target satu digit atau di bawah 10 persen sebagai harga mati yang harus dicapai pada akhir tahun 2025.
“Saya sudah bilang ke dua kepala dinas utama leading-nya, kepala dinas kesehatan dan kepala dinas pemberdayaan perempuan dan KB, bahwa saya akan uji hasilnya di akhir Desember. Karena bagi saya harga mati itu bahwa angka stunting itu di bawah dua digit,” ujar Hasto, Jumat (7/11/2025).
Menurutnya, dengan jumlah penduduk Kota Yogyakarta yang tidak terlalu banyak dan tenaga pendamping keluarga yang memadai, target tersebut sangat realistis untuk dicapai.
Saat ini terdapat 495 tenaga pendamping keluarga. Setiap kelurahan juga telah menerima dana Rp 100 juta per tahun untuk mendukung program penurunan stunting.
“Setiap hari di Kota Yogyakarta hanya ada sekitar enam bayi lahir. Saya minta kepala dinas untuk memastikan semuanya dipantau. Kalau ada bayi dengan panjang badan di bawah 48 sentimeter atau berat di bawah 2,5 kilogram, segera ditangani,” kata Hasto.
Ia juga menyoroti pentingnya deteksi dini pada calon pengantin. Hasto meminta petugas memeriksa kondisi gizi calon ibu, terutama lingkar lengan atas di bawah 23,5 sentimeter. Hal itu agar tidak hamil sebelum kondisi tubuhnya ideal.
“Yang menikah di Kota Yogyakarta itu paling banyak lima orang sehari. Jadi tidak sulit bagi petugas untuk memantau. Kalau ada yang kurang gizi, kasih dulu telur, kasih ikan. Agak gemuk dikit baru hamil,” ucapnya.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, angka prevalensi stunting di Kota Yogyakarta tercatat 14,8 persen. Sementara data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta per Oktober 2025 menunjukkan penurunan signifikan menjadi 9,71 persen.
Meski demikian, Hasto mengaku masih menunggu hasil resmi dari survei SSGI terbaru untuk memastikan capaian tersebut.
“Kalau dari dinas kesehatan sudah 9,7 persen, ning aku kan durung percaya. Karena kan ngitung dewe. Ning nek umpama nanti di SSGI dari rekomendasi piro hasilnya, itu yang kami tunggu,” katanya.












