YOGYAKARTA, POPULI.ID – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Yogyakarta memastikan seluruh pondok pesantren (ponpes) di wilayahnya telah mengantongi izin resmi. Hingga saat ini, terdapat 36 pesantren yang terdaftar secara administratif dan telah memenuhi persyaratan pendirian sesuai ketentuan yang berlaku.
“Selama ini yang sudah terdaftar di Kota Yogyakarta ada 36 pesantren. Alhamdulillah semuanya sudah berizin,” ujar Kepala Kantor Kemenag Kota Yogyakarta, Ahmad Shidqi, Kamis (16/10/2025).
Ia menjelaskan keberadaan pesantren diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Oleh karena itu, seluruh pesantren wajib terdaftar secara resmi dan melalui proses perizinan yang mencakup sejumlah aspek. Seperti jumlah santri, kelengkapan sarana-prasarana, hingga aspek legalitas lainnya.
“Kalaupun ada yang belum terdaftar, itu pun saat ini sedang dalam proses perizinan,” imbuh Ahmad.
Menanggapi maraknya kekhawatiran terkait kondisi fisik bangunan pesantren di sejumlah daerah, seperti kasus di Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad menyatakan pihaknya telah melakukan langkah awal. Bentuknya berupa pemantauan dan inventarisasi terhadap sarana dan prasarana di seluruh pesantren di Kota Yogyakarta.
“Saat ini kami sedang memantau dan menginventarisir keberadaan masing-masing pesantren. Termasuk mengecek sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, agar bisa menjamin kenyamanan dan keamanan santri,” jelasnya.
Pemantauan ini, lanjut Ahmad, diharapkan bisa menjadi dasar untuk tindak lanjut ke depan. Termasuk potensi kerja sama dengan instansi lain yang memiliki otoritas dalam menilai kelayakan fisik bangunan.
Ia juga menyampaikan sebagian besar bangunan di Yogyakarta, termasuk pesantren, sudah mempertimbangkan faktor ketahanan gempa dalam konstruksinya. Hal ini tak lepas dari pengalaman traumatik gempa bumi besar yang terjadi di wilayah DIY pada tahun 2006 silam.
“Sejak gempa 2006 itu masyarakat Jogja pada umumnya sudah sangat memperhatikan aspek kekuatan bangunan. Baik rumah tinggal, fasilitas umum, maupun pesantren,” katanya.
Menurutnya, jika sebuah bangunan pesantren masih berdiri dan digunakan hingga saat ini padahal dibangun sebelum gempa 2006, maka konstruksinya dapat dianggap cukup tangguh.
“Dan bangunan yang didirikan setelah gempa pun saya rasa sudah memenuhi standar konstruksi tahan gempa,” ujarnya.
Terkait struktur bangunan, Ahmad mengungkapkan tidak semua pesantren di Yogyakarta memiliki bangunan bertingkat. Hal ini tergantung pada kapasitas masing-masing pesantren dan jumlah santri yang ditampung.
“Jumlah santrinya beragam, ada yang hanya 20 orang, ada juga yang ratusan. Jadi bangunan pun disesuaikan. Tapi untuk yang bertingkat pun saya yakin sudah memenuhi standar,” katanya.
Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag DIY akan mendata ponpes yang mengantongi surat izin mendirikan bangunan (IMB). Berdasarkan data Kanwil Kemenag DIY, jumlah ponpes di wilayah tersebut mencapai 461.
Ketua Tim Pondok Pesantren Kanwil Kemenag DIY, Agus Jaelani, mengatakan pihaknya mendorong agar ponpes di DIY mengantongi IMB dalam mendirikan bangunan. Selain itu, ia juga berharap ada kemudahan dalam proses pengajuan IMB agar tidak memberatkan ponpes.
“Saat ini sedang mendata. Ponpes itu selama ini dalam mendirikan bangunannya dengan swadaya bahkan juga swadana. Syukur kalau misal ada kebijakan untuk kemudahan dalam IMB bagi ponpes,” ucapnya.