SLEMAN, POPULI.ID – Massa aksi yang diinisiasi oleh Suara Ibu Indonesia kembali menggelar aksi menuntut evaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG). Aksi ini digelar di Bundaran UGM Yogyakarta pada Jumat (17/10/2025) sore.
Aksi tersebut diikuti oleh sejumlah ibu-ibu di Yogyakarta yang ingin menyuarakan aspirasinya mengenai kasus keracunan yang terjadi selama pelaksanaan program MBG. Ada beberapa tuntutan yang dibawa oleh massa aksi. Antara lain tuntutan untuk menghentikan MBG sementara, mengevaluasi program tersebut, mengembalikan kedaulatan pangan, serta mengembalikan hak dasar mengonsumsi makanan dengan layak.
Perwakilan Suara Ibu Indonesia, Gernata Titi, menyampaikan aksi ini merupakan bagian dari rangkaian “Kenduri Suara Ibu Indonesia” yang ketiga kalinya. Aksi yang kali ketiga ini dikemas dalam bentuk diskusi.
“Tuntutan kami tetap sama, hentikan program MBG yang sentralistik dan militeristik,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).
Menurutnya, diskusi kali ini berfokus pada pandangan orang tua, akademisi, dan lembaga independen seperti Center of Economic and Law Studies (Celios). Salah satu inisiatif yang dibahas adalah MBG Watch, platform pemantauan independen terhadap program MBG.
Gernata juga menyinggung kasus keracunan massal yang baru-baru ini terjadi di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Di mana lebih dari 400 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menerima makanan dari program MBG.
“Selama MBG masih memakan korban, kami akan terus melakukan aksi. Evaluasi harus dilakukan setelah program dihentikan sementara, bukan sambil jalan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sifat sentralistik dari program MBG yang membuat pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi atau pengawasan terhadap pelaksanaannya. Gernata menegaskan gerakan ini tidak akan berhenti sampai pemerintah menunjukkan respons nyata.
“Keprihatinan kami masih sama. Kami akan terus melakukan kenduri dan aksi hingga ada evaluasi menyeluruh dan perubahan nyata terhadap MBG,” ucapnya.
Peneliti dari Celios dan MBG Watch, Jaya Darmawan, menjelaskan platform MBG Watch merupakan kolaborasi berbagai lembaga seperti Celios, Transparency International Indonesia (TII), Lapor Sehat, Bareng Warga, dan LBH Jakarta.
Platform ini memungkinkan masyarakat untuk melaporkan berbagai persoalan terkait MBG seperti keracunan, kualitas gizi, makanan tidak matang, hingga indikasi korupsi. Baik melalui website, formulir daring, maupun WhatsApp.
“Per 17 Oktober, kami sudah menerima 146 laporan. Tiga terbesar yang dilaporkan adalah terkait keracunan, rendahnya nilai gizi, dan makanan tidak matang,” jelas Jaya.
Ia menambahkan pelaporan ini bersifat nasional dan akan dianalisis serta diverifikasi oleh tim ahli, terutama terkait kandungan gizi.
“Salah satu masalah besar yang kami temukan adalah banyaknya penggunaan ultra processed food oleh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang secara gizi buruk bagi anak-anak,” tambahnya.
Jaya juga menyebut platform ini bertujuan menjadi dasar untuk mendorong langkah hukum dan advokasi, termasuk gugatan publik dan petisi nasional.
Celios sendiri sejak awal telah merekomendasikan agar program MBG diganti dengan skema bantuan tunai langsung atau cash transfer yang dinilai lebih efisien dan tepat sasaran.
“Hitungan kami, bantuan tunai bisa mencapai Rp 50 ribu per hari per anak. Itu lebih dari cukup untuk membeli makanan bergizi, dibandingkan dengan model MBG yang boros dan rentan disalahgunakan,” terang Jaya.
Ia juga menyarankan agar anggaran MBG sebesar Rp 335 triliun dikembalikan ke sektor pendidikan dan perlindungan sosial yang lebih berdampak. Seperti peningkatan Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP), hingga wacana pendidikan gratis.
“Dengan Rp 40-50 triliun per tahun, pendidikan gratis bisa tercapai. Jadi daripada melanjutkan program MBG yang penuh masalah, lebih baik anggaran dibekukan dan dialihkan ke program yang lebih mendesak dan terukur,” tandasnya.