SLEMAN, POPULI.ID – Sebagai upaya meminimalisir kerusakan sarana dan prasarana (sarpras) sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman mendorong pembaruan data pada satuan pendidikan melalui sistem Dapodik.
Kepala Bidang Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Disdik Kabupaten Sleman Sri Adi Marsanto menyampaikan pentingnya satuan pendidikan mengisi data sarpras secara cermat, jujur, dan aktual dalam Dapodik.
Menurutnya, data yang dilaporkan secara jujur tersebut dapat menjadi dasar dalam menyusun skala prioritas perbaikan.
“Disdik berusaha mengingatkan satuan pendidikan untuk mengupdate sarana pendidikan yang ada di sekolah melalui Dapodik. Dapodik harus diisi dengan cermat, jujur, dan aktual,” katanya saat ditemui, Jumat (16/5/2025).
Sebagai langkah antisipasi, Disdik juga telah memberikan surat edaran kepada seluruh sekolah. Surat tersebut berisi imbauan agar ruang kelas yang berpotensi membahayakan segera dikosongkan dan tidak digunakan dalam proses pembelajaran.
Faktor Alam Jadi Tantangan
Adi menyebut perihal kondisi sarana dan prasarana sekolah di wilayah Sleman dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya yang jadi tantangan yakni faktor alam. Semisal di wilayah Depok dan Ngemplak, kawasan tersebut dikenal sebagai “musuh rayap” karena rawan serangan rayap, sedangkan di Turi dan Cangkringan, kelembapan menjadi penyebab utama kerusakan bangunan.
Untuk mengurangi risiko kerusakan di masa mendatang, Disdik mulai mengganti material bangunan pada proyek konstruksi bangunan sekolah yang baru.
“Antisipasi pekerjaan konstruksi telah mengganti kayu dengan rangka baja ringan, dan plafon menggunakan PVC,” jelasnya.
Saat ini, dari hasil data yang dipaparkan terdapat total 512 satuan pendidikan jenjang SD di Sleman, dengan 374 di antaranya berstatus negeri.
Berdasarkan pemetaan internal, sekitar 60–70 persen dari SD negeri tersebut memerlukan perhatian khusus dalam hal kondisi bangunan.
“Harusnya sekolah-sekolah itu sudah diperbaiki, tapi anggaran terbatas. Tahun ini saja dari sekitar 69 sekolah yang membutuhkan hanya 19 yang dianggarkan, itu pun belum tuntas karena konsepnya pemerataan, bukan penuntasan,” ujar Adi.
Skala Prioritas
Ia mengungkapkan strategi utama adalah menerapkan skala prioritas. Sekolah dengan kerusakan atap, misalnya, lebih diutamakan dibanding yang mengalami kerusakan pada lantai atau elemen non-struktural lainnya.
Selain itu, Disdik juga mengakui masih terdapat kelemahan dalam proses penilaian teknis bangunan. Satu diantaranya adalah kesulitan dalam mendeteksi kerusakan di atas plafon atau di bawah genteng.
Untuk mengatasinya, ke depan akan dilakukan bimbingan teknis (bimtek) kepada pihak sekolah agar lebih cermat dalam mengidentifikasi kerusakan yang berpotensi membahayakan.
“Anggaran sarpras bukan hanya untuk pekerjaan konstruksi, tetapi juga pengadaan barang. Karena itu, penyesuaian prioritas tetap harus dilakukan secara bijak,” tambahnya.
Secara umum, kondisi sarpras di jenjang SMP di Sleman dinilai relatif lebih baik dibanding SD. Namun, tantangan pemerataan kualitas bangunan sekolah masih menjadi pekerjaan rumah yang terus diupayakan penyelesaiannya secara bertahap.