JATENG, POPULI.ID – Terdakwa Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa (DSR) Rachmat Utama Djangkar dituntut 2 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan suap kepada mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu dan suaminya, Alwin Basri.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Vernika Putra pada sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu, juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp200 juta yang jika tidak dibayarkan akan diganti dengan hukuman kurungan selama 3 bulan.
“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” kata Rio pada sidang yang diikuti terdakwa Rachmat Utama secara daring tersebut.
Jaksa menjelaskan terdakwa terbukti memberikan hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp1,75 miliar yang merupakan komitmen fee atas proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar di sembilan kecamatan di Kota Semarang.
Perusahaan milik terdakwa memperoleh pekerjaan pengadaan meja dan kursi sekolah dasar dengan pagu anggaran sebesar Rp20 miliar melalui Perubahan APBD 2023.
Menurut Rio, pemberian uang Rp1,75 miliar kepada Hevearita atau yang akrab disapa Mbak Ita dan Alwin Basri tersebut merupakan komitmen fee sebesar 10 persen dari realisasi pekerjaan senilai Rp18 miliar.
Jaksa menjelaskan terdakwa Rachmat Utama terbukti memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara, meskipun Alwin Basri sempat meminta agar tidak menyerahkan uang tersebut pada Desember 2023.
Hal tersebut karena pada saat itu masih ada penyelidikan oleh KPK terhadap kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Meski demikian, jaksa menyatakan pemberian hadiah atau janji tersebut telah terbukti dilakukan oleh terdakwa. Hal tersebut didasarkan atas kesesuaian alat bukti tentang pencairan uang dari perusahaan milik terdakwa.
Terdakwa Rachmat Djangkar memerintahkan bagian keuangan PT Deka Sari Perkasa untuk mencairkan uang Rp1,75 miliar pada Desember 2023 setelah pekerjaan pengadaan meja dan kursi sekolah dasar selesai dikerjakan dan dibayar.
“Terdakwa menyamarkan pencairan uang Rp1,75 dari perusahaan itu sebagai utang direksi,” kata Rio pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut.
Selain itu, lanjut dia, terdapat usulan Alwin Basri kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang agar menganggarkan pengadaan meja dan kursi sekolah dasar dalam Perubahan APBD 2023.
Usulan tambahan anggaran yang tidak dalam kategori mendesak tersebut disetujui Hevearita sebagai wali kota saat itu sebelum akhirnya ditetapkan DPRD Kota Semarang.
Ia mengatakan Hevearita yang mengetahui usulan tambahan anggaran tersebut, namun tidak melakukan upaya konkrit untuk menolak permintaan Alwin Basri dan justru menyetujui tambahan pagu anggaran itu.
Jaksa menyebut terdapat kesamaan kehendak antara Hevearita dan Alwin Basri dalam dugaan tindak pidana tersebut
Terhadap tuntutan jaksa tersebut, majelis hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang selanjutnya.