YOGYAKARTA, POPULI.ID – Elsa Yuliana (18), remaja asal Sentolo, Kulon Progo, membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih mimpi besar.
Anak dari seorang marbot masjid dan buruh cuci ini berhasil diterima sebagai mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM) tanpa tes melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Elsa lolos di Program Studi Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi UGM, dan mendapatkan subsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar 75 persen.
Keberhasilan ini diraih berkat ketekunan dan semangat juangnya, meski sejak awal menyadari orang tuanya tak mampu membiayakan bimbingan belajar.
“Orang tua saya nggak bisa daftarkan les, jadi saya belajar sendiri sejak kelas 10. Saya memang menargetkan masuk lewat SNBP,” kata Elsa, dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di rumah sederhananya, Rabu (4/6).
Putri kedua dari tiga bersaudara ini adalah anak pasangan Sudiyana (47) dan Parjiyah (48).
Ayahnya bekerja sebagai marbot masjid sekaligus buruh cuci dengan penghasilan tidak menentu, sementara ibunya ibu rumah tangga.
Dengan penuh kesadaran akan keterbatasan keluarganya, Elsa menjadikan pendidikan sebagai jalan untuk mengangkat derajat keluarga.
Aktif dan Berprestasi
Selama menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Wates, Elsa tak hanya berprestasi secara akademik, tetapi juga aktif dalam kegiatan organisasi, terutama Pramuka.
Ibunya mengenang betapa semangat anaknya mengikuti lomba-lomba hingga tingkat kabupaten dan membawa pulang sejumlah penghargaan.
“Kalau Elsa bilang ingin kuliah, ya saya dukung. Meski kami nggak punya banyak, kami selalu mendoakan. Dan Elsa memang anak yang mau berusaha,” tutur Parjiyah terharu.
Dukungan yang Berbuah Harapan
Kabar diterima di UGM disambut haru oleh keluarga Elsa.
Ia menjadi satu-satunya anggota keluarga yang bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.
Namun di balik rasa syukur, sempat muncul kekhawatiran soal biaya.
“Waktu tahu Elsa diterima, senang. Tapi ya mikir, ‘gimana ya bayarnya?’ Alhamdulillah dapat subsidi UKT dari UGM,” ujar sang ayah, Sudiyana.
Meski berasal dari keluarga sederhana, Elsa tak pernah merasa malu.
Bahkan ia sering membantu sang ayah membersihkan masjid ketika sedang kewalahan.
“Saya senang bisa bantu, meski sedikit, setidaknya meringankan,” katanya.
Mimpi untuk Mengubah Nasib
Elsa menyadari perjuangannya belum selesai.
Setelah lulus, ia ingin segera bekerja agar dapat membantu pendidikan adiknya yang kini masih duduk di bangku SD.
“Setelah lulus, saya ingin kuliahkan adik, bantu orang tua, dan semoga bisa mengangkat derajat keluarga. Saya ingin keluarga saya bisa hidup lebih baik,” ujar Elsa mantap.
Kesempatan berkuliah di UGM, menurut Elsa, adalah amanah besar yang harus dijaga.
Ia berharap kisahnya bisa menjadi inspirasi bagi remaja lain yang tengah berjuang dalam keterbatasan.
“Jangan menyerah karena keadaan. Kalau kita sungguh-sungguh dan tidak berhenti berdoa serta berusaha, pasti ada jalan. Jangan pernah berhenti bermimpi,” pesan Elsa.
Bagaimana menurut Anda, apakah pemerintah atau lembaga pendidikan tinggi dapat berbuat lebih banyak untuk mengidentifikasi dan mendukung potensi siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu seperti Elsa, bahkan sebelum mereka mendaftar di perguruan tinggi?
ayo mari bergerak bersama saling sinergi, saling menopang menyelamatkan generasi muda potensial Indonesia