YOGYAKARTA, POPULI.ID – Pengadilan Negeri Yogyakarta kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana hibah penanganan dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) COVID-19, pada Rabu (18/6/2025).
Sidang kedua ini mengangkat agenda pembuktian dari pihak penuntut umum. Dua terdakwa utama dalam perkara ini adalah Rudiarto bin (Alm) Sunaryo, mantan Ketua Koperasi Tri Dharma periode 2020–2023, dan Lestari binti (Alm) Mangunwiyadi, selaku bendahara koperasi pada periode yang sama.
Keduanya diduga kuat telah merugikan keuangan negara sebesar Rp151.250.657 dari total dana hibah Rp250 juta yang diterima dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2021.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aditya Rachman Rosadi mengungkap berbagai kejanggalan dalam pengelolaan dana hibah tersebut.
Satu di antaranya pendaftaran sepihak terhadap 907 anggota koperasi sebagai penerima bantuan dampak PPKM tanpa melalui rapat pleno atau pemberitahuan resmi kepada para anggota.
Dana hibah kemudian dicairkan ke rekening Bank BPD DIY atas nama koperasi pada 3 Agustus 2021.
Namun, hingga Juni 2022, pelaporan terakhir penggunaan dana hanya mencatat sebagian kecil dari realisasi anggaran.
“Banyak pengeluaran tidak tercatat dalam nota kasir, bahkan setelah dicocokkan dengan barang bukti dan pernyataan para saksi,” tegas Aditya dalam persidangan.
Lebih lanjut, pencairan dana oleh terdakwa Lestari juga tidak tercatat oleh akuntan koperasi, menunjukkan adanya indikasi pengelolaan yang tidak transparan.
Dana hibah yang seharusnya digunakan untuk renovasi koperasi pada 2022, justru dialihkan menjadi program Kredit Pemulihan Ekonomi (KPE) dan hanya disalurkan kepada 103 orang.
Parahnya, penerima pinjaman tidak seluruhnya merupakan anggota koperasi yang terdampak pandemi.
Beberapa nama di luar anggota koperasi yang ikut menerima pinjaman antara lain Nurhayati, Agni Sarindra, Sundari, Karmilah, Imam Herlianto, Heru Setiawan, dan Maryanto.
Bahkan, Gensta Gandi Saputra, anak dari terdakwa Lestari, diketahui menerima pinjaman KPE sebanyak dua kali.
JPU Aditya juga menyoroti upaya para terdakwa dalam menyembunyikan dokumen penting.
“Saksi pernah meminta buku rekening koperasi kepada terdakwa Lestari, namun tidak pernah diberikan,” ungkap Aditya.
Ia menyebut, saksi hanya mengetahui adanya dua rekening koperasi, padahal penyelidikan menemukan empat rekening aktif. Bahkan saksi tidak tahu mana yang digunakan untuk transaksi dana hibah.
Pada Juni 2022, Rudiarto menghentikan penyaluran dana KPE secara sepihak tanpa persetujuan pleno, meskipun masih banyak anggota yang memerlukan bantuan.
Dari total dana hibah, sebesar Rp172.380.500 sempat dikembalikan oleh peminjam. Namun, Rp77.619.500 masih macet dan menjadi piutang koperasi.
Ironisnya, dari dana yang telah dikembalikan, sebanyak Rp151.250.657 diduga digunakan untuk kepentingan pribadi para terdakwa.
Bahkan, sisa dana Rp26.881.843 tidak diserahkan kepada Ketua Koperasi Tri Dharma yang baru, Arif Usman, saat serah terima pada 5 Juli 2023.
“Beberapa pemasukan dan penarikan seperti Rp3 juta dan Rp20 juta tidak tercatat sebagai penerimaan koperasi,” lanjut Aditya, menandakan potensi penyimpangan yang sistematis.
Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) tertanggal 4 Februari 2025, menguatkan kerugian negara sebesar Rp151 juta lebih.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 UU yang sama.