SLEMAN, POPULI.ID – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman masih terus menyelidiki dugaan kasus korupsi dana hibah pariwisata Tahun Anggaran 2020 di Kabupaten Sleman. Setelah menetapkan Bupati Sleman periode 2010–2015 dan 2016–2021 Sri Purnomo (SP) sebagai tersangka, kemungkinan munculnya tersangka lain masih terbuka.
Dalam proses penyidikan, Kejari Sleman juga berpeluang memanggil kembali sejumlah saksi. Termasuk mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman, Harda Kiswaya, yang kini menjabat sebagai Bupati Sleman.
Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto, mengatakan dalam kasus ini, Harda Kiswaya pernah diperiksa satu kali sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Sekda Sleman. Pemeriksaan itu dilakukan pada 14 April 2025. Menurutnya, penyidik masih terus melakukan pendalaman perkara dan menggali fakta-fakta baru.
Tidak menutup kemungkinan saksi-saksi yang sudah pernah dimintai keterangan, termasuk Harda, akan dipanggil kembali. Bambang menyebut semua opsi masih terbuka, tergantung pada hasil pengumpulan keterangan dari para saksi oleh penyidik.
“Pada prinsipnya semua kemungkinan bisa terjadi. Karena diperiksa itu dalam hal membuat terangnya perkara ini, kan sebenarnya itu. Jadi ada kemungkinan (Harda) dipanggil lagi,” kata Bambang, Rabu (1/10/2025) sore.
Ia menyatakan pemeriksaan saksi adalah upaya Kejari Sleman dalam memperjelas perkara dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang mencuat sejak 2022. Meskipun dugaan korupsi terjadi pada 2020.
Bambang memastikan penyidikan kasus dana hibah masih terus berlanjut. Kejari Sleman, katanya, bekerja secara objektif, profesional dan proporsional. Pemanggilan terhadap saksi masih diperlukan, baik saksi baru maupun saksi yang sebelumnya telah diperiksa. Tujuannya agar perkara yang melibatkan ratusan saksi ini menjadi jelas.
“Pendalaman masih kami lakukan, fakta-fakta baru terus kami cari juga,” ujarnya.
Meskipun sudah menetapkan tersangka, Kejari Sleman belum menargetkan waktu pelimpahan perkara ke tahap dua. Sebab proses penyidikan masih terus berjalan.
Bambang menegaskan pihaknya berkomitmen menuntaskan perkara dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 10,9 miliar ini. Ia juga menekankan bahwa durasi waktu penanganan kasus tergantung dari karakteristik perkara yang ditangani.
“Perkara ini kan menjadi atensi publik. Kami upayakan penyelesaiannya secepatnya. Tetapi kan setiap perkara punya karakteristik tersendiri. Mohon dimengerti,” ucapnya.
Bupati Sleman, Harda Kiswaya, mengatakan dirinya telah memberikan semua informasi dalam kapasitasnya sebagai Sekda Sleman kepada kejaksaan. Menurutnya, apa yang dikerjakan selama menjadi Sekda Sleman telah disampaikan sesuai informasi yang telah diminta kejaksaan.
“Saya selaku sekda saat itu sudah diperiksa oleh kejaksaan. Sehingga apa yang saya kerjakan sudah sesuai dengan informasi yang diminta kejaksaan, sudah tersampaikan ke kejaksaan,” ujarnya.
Harda pun menerapkan proses ketat dalam menyusun Perbup 49/2020. Untuk memitigasi konsekuensi hukum, ia membentuk tim yang melibatkan aparat penegak hukum dari Kejaksaan Negeri Sleman maupun dari Polresta Sleman.
“Saya ingin yang terbaik, sehingga saya memasukkan teman-teman Kejaksaan Negeri Sleman, kemudian polres (Sleman), masuk dalam tim ini tujuannya supaya tidak ada kejadian semacam ini,” ucapnya.
Kejari Sleman sendiri menetapkan SP sebagai tersangka pada Selasa (30/9/2025). Modus yang digunakan SP adalah melalui penerbitan Peraturan Bupati Nomor 49/2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata.
Perbup itu digunakan untuk mengatur alokasi hibah dan membuat penetapan penerima hibah pariwisata, yaitu kelompok masyarakat di sektor pariwisata di luar Desa Wisata dan Desa Rintisan Wisata.
Perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan perjanjian hibah dan Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. KM/704/PL/07/02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY telah merilis laporan hasil audit terkait dugaan korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun 2020. Dalam laporan bernomor PE.03/SR-1504/PW/12/5/2024 tertanggal 12 Juni 2024 tersebut, tercatat bahwa nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp 10,9 miliar.
SP dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, serta Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.