SLEMAN, POPULI.ID – Duduk di teras rumah, Sapta Sunarendra (63) terlihat tengah menyimak pesan suara dari seseorang berdialek Sunda melalui telepon selulernya. Ia diminta untuk membawa sebanyak 90 kg salak Probo untuk diantarkan ke sebuah hotel di kawasan Malioboro.
Sore itu di tengah rintik hujan, Sapta kemudian bergegas menuju kebun salak miliknya yang tak jauh dari rumah di kawasan Soka Martani, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman.
Mengenakan sepatu boot dan caping, Sapta tampak menyisir rerimbunan kebun salak miliknya. Sembari memetik buah salak, ia mengungkapkan salak probo merupakan varietas salak teranyar asli Sleman yang kini jadi primadona terutama wisatawan dari luar Jogja.
“Sekarang kebanyakan carinya salak probo. Kalau di saya, jualnya sekarang kebanyakan lewat jemput bola kaya sekarang ini ada pesanan dari kru bus pariwisata nanti diantar ke tempat tamu menginap,” terangnya saat ditemui populi.id beberapa waktu lalu.
Sekilas, penampilan salak probo tak jauh beda dengan salak pondoh yang kini redup pamornya. Meski begitu, dari citarasa, salak probo memiliki rasa yang lebih manis dan tekstur yang renyah.
Sapta mengungkapkan, salak Probo awal mulanya ditemukan secara tidak sengaja. Adalah sang ayah yang pertama kali menemukan bibit dan kemudian mengembangkan varietas salak probo tersebut.
Ia mengisahkan, ayahnya yang bernama kecil Parlan saat masih belia kerap diminta membantu orang tuanya memetik salak.
Suatu ketika, Parlan menemukan pohon salak yang wujudnya berbeda dari umumnya.
“Di tahun 1960, setelah menikah, bapak mulai mengembangkan salak tersebut. Sampai tahun 70an diperbanyak mengembangbiakkan bibit salak probo tersebut,” lanjutnya.
Tak disangka, salak varietas baru yang dikembangkan tersebut mendapat respon positif.
“Banyak peminatnya, dan waktu itu yang menggemari kebanyakan dari orang-orang tionghoa,” kata Sapta.
Ia mengungkapkan di tahun 70an harga 1 tandan salak probo yakni 2 kg cukup lumayan.
“Kalau dihitung waktu itu ya bisa buat beli beras 5 kg lah,” ingatnya.
Di kemudian hari, salak probo turut dikembangkan oleh anak-anak dari Parlan.
Ketika itu, oleh anak-anaknya, salah yang ditemukan Parlan dijuluki beragam nama. Mulai dari salak madu, aromanis hingga nano-nano.
“Jadi oleh anak-anaknya, salak yang ditemukan bapak saya itu turut ikut mengembangkan di kebunnya masing-masing. Waktu itu belum ada nama Probo, dinamainya ya sesuka mereka ada yang dikasih nama arumanis ada nano-nano,” katanya.
Nama salak Probo, lanjutnya, mulai diperkenalkan secara resmi sekitar tahun 2005. Hal itu setelah adanya kunjungan dari Dinas Pertanian Sleman.
Nama Probo diambil dari nama ayahnya. Dimana bagi kebanyakan warga Jawa terkhusus Jogja, biasanya setelah menikah memiliki nama baru yang dikenal dengan nama tuanya. Nah, nama Parlan berganti menjadi Probo Kismanto setelah menikah.
“Jadi nama Probo itu berasal dari nama ayah saya yang nama tuanya Probo Kismanti. Salak probo sebetulnya sudah diperkenalkan pada 2003, tapi disepakati pada 2005 kalau ngga salah setelah rapat warga yang didampingi dari Dinas Pertanian Sleman,” urainya.
Sapta sendiri mulai mengembangkan salak Probo sejak tahun 1994. Ia mulai menekuni pengembangbiakan salak Probo setelah sebelumnya sempat merantau ke Jakarta hingga kemudian pulang kampung.
“Ya ada kesadaran dari diri sendiri ingin mengembangkan salak probo ini, karena ada potensi dan juga meneruskan apa yang sudah dilakukan bapak,” ucapnya.
Ia menyebut bila dilihat secara seksama, salak Probo berbeda dengan salak pondoh atau varietas salak lainnya yang ada di Sleman.
Beberapa cirinya yakni batangnya lebih terang dibanding salak pondoh. Kemudian durinya lebih lunak dibanding salak pondoh.
Dari buahnya, untuk salak probo terdapat semburat kuning serupa madu di bagian dagingnya. Selain itu rasanya jauh lebih manis dibanding salak pondoh.