JAKARTA, POPULI.ID – Sejarah demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Salah satunya dengan penerapan sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer.
Lantas apa itu Demokrasi Parlementer?
Pengertian
Demokrasi Parlementer atau yang disebut Demokrasi Liberal adalah sistem demokrasi yang menempatkan badan legislatif lebih tinggi daripada pada eksekutif.
Dalam sistem Demokrasi Parlementer, presiden/raja/ratu/sultan dianggap hanya simbolik sebagai kepala negara. Sedangkan kepala pemerintahan dijabat sebagai perdana menteri.
Sebagai kepala pemerintahan, perdana menteri dipilih oleh anggota parlemen dan bertanggung jawab langsung kepada parlemen.
Dengan konsep ini, parlemen memiliki peran signifikan dalam menjalankan roda pemerintahan dengan sistem demokrasi ini. Lembaga parlemen menjadi penentu kelangsungan kekuasaan eksekutif.
Adapun kepala negara memiliki kekuasaan yang lebih terbatas karena peran eksekutif sebenarnya ada di tangan parlemen. Jajaran perlemen pun dapat menggulingkan pemerintahan dengan cara seperti mengeluarkan ‘mosi tidak percaya’.
Ciri-ciri
Berikut karakteristik sistem Demokrasi Perlementer.
1. Ada pemisah antara kepala negara dan kepala
2. Perdana menteri tidak dipilih langsung oleh rakyat, namun diangkat menjadi seorang anggota perlemen
3. Anggota kabinet adalah anggota parlemen yang terpilih
4. Kabinet dibentuk dan bertanggung jawab kepada perlemen
5. Kabinet memiliki tanggung jawab kolektif dan dibentuk sebagai satu kesatuan
6. Kainet memiliki hak konstitusiomal untuk membubarkan parlemen sebelum masa kerja berakhir
Negara dengan Sistem Pemerintahan Parlementer
Beberapa negara di dunia menganut sistem pemerintahan Parlementer di antaranya: Inggris, Belanda, Jerman, Kananda, Jepang, India hingga Malaysia.
Jejaknya di Indonesia
Selepas resmi menjadi negara merdeka, Indonesia menerapkan Demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi ini berlangsung hingga 1959 atau selama sembilan tahun.
Seiring berjalannya waktu, konsep demokrasi ala Barat ini dinilai tak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia yang suka bergotong royong. Situasi politik negara menjadi tidak stabil, sehingga membuat sistem Demokrasi Parlamenter tak bertahan lama.
Presiden pertama Indonesia mengakhiri sistem Demokrasi Parlementer dengan mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 sekaligus tanda bergantinya sistem pemerintahan ke Demokrasi Terpimpin.
Penulis: Yunita Ajeng Raharjo